Skip to main content

Featured

Cerita Perjalanan: Sorong-Pomako (Bagian 1)

 120 JAM Berlayar Bersama Sabuk Nusantara 75 Rabu sore (28/8) usai berkunjung ke keluarga di pulau Doom, saya lalu mampir untuk makan es pisang ijo di belakang kantor PLN Kota Sorong. Kebetulan yang menjualnya adalah teman lama saya saat bekerja di Tambrauw, namanya Noritha Fentiana Murafer. Usai menyantap 2 porsi es pisang ijo saya langsung pulang ke rumah. Setelah sampai di rumah, saya lalu membereskan barang-barang kedalam 2 ransel "teman hidup" saya. Kemudian makan dan mandi, setelah beres saya lalu berpamitan dan menuju ke pelabuhan menggunakan angkutan umum. Saat sampai di pelabuhan sekitar jam 7.30 malam, ternyata kapal belum masuk. Saya akan berlayar menggunakan KM. Sabuk Nusantara 75 dari Sorong ke Pomako (Mimika). Pelayaran ini memiliki rute Sorong-Yellu- Bula- Geser- Goram- Fakfak- Karas- Kaimana- Lobo- Pomako. Artinya kami akan menyinggahi 8 pemberhentian sebelum sampai ke pelabuhan tujuan saya. Setelah menunggu beberapa saat, tidak lama kemudian kapal pun sandar

SED2018-Bagian 1 (Terpilih menjadi Peserta ketika berada di laut kepulauan Padaido dan mempersiapkan Berkas di Kota Sorong)



Berawal dari informasi-informasi yang beredar di beberapa grup Whatsaap tentang pendaftaran School Of Eco Diplomacy 2018, saya pun coba melihat persyaratannya. Ternyata hanya cukup membuat  video tentang hutan dan lingkungan lalu upload ke akun instagram dengan memberi tagar sesuai ketentuan serta menandai akun @Ecodiplomacy. Saya mencoba membuat video di samping kamar kos, dengan meminjam handphone pacar saya tentunya (karena kualitas kameranya lebih bagus). Saya mengangkat topik tentang pendulangan illegal di hutan Korowai, sayapun mengupload serta memberi tagar dan menandai sesuai yang tertera di informasi pendaftaran.
                Setelah menunggu beberapa bulan, saya berpikir kegiatan ini batal dilaksanakan berhubung sudah 3 bulan belum ada pengumuman. Pertengahan agustus saya berlibur ke Kota Sorong di Papua Barat menggunakan KM.Sinabung, pelayarannya sendiri singgah di beberapa pelabuhan dengan rute Jayapura-Biak-Manokwari-Sorong. Sebuah petualangan laut yang sangat saya sukai, dengan membeli tiket walaupun tempat tidurnya harus bayar lagi ke TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat) namun karena saat itu penumpang kapal sedikit (bukan musim liburan) sehingga saya hanya cukup membayar Rp20.000 saja. Jam 3 sore kapal keluar dari dermaga Jayapura, selama pelayaran saya hanya makan dari jatah makanan penumpang yakni sarapan jam 7 pagi, makan siang jam 12 siang, dan makan malam pada jam 6 sore.
                Sesampainya di Biak, saya turun untuk mengambil titipan roti aru (oleh-oleh terkenal dari Biak) yang akan dibawah ke sorong. Jam 1 siang kapal siap berlayar dari Pelabuhan Biak menuju Manokwari, setelah menaruh titipan dalam karton di tempat tidur saya di dek 4 belakang, saya naik duduk di cafeteria sambil melihat pemandangan Pulau Biak dan kepulauan Padaido. Tiba-tiba HP saya bergetar tanda sebuah DM masuk di instagram, sebuah pesan dari @Ecodiplomacy yang memberitahukan saya terpilih bersama 29 peserta lainnya untuk mengikuti Program School Of Eco Diplomacy 2018. Saya yang sedang duduk menikmati sekaleng Cocacola dingin pun tersenyum sambil mengucap syukur, namun senyum itu tidak bertahan lama. Kami disuruh mengisi form secara online sebelum jam 12 siang (2 siang WIT). Disaat itu hanya sekitar 15 menit lagi jaringan internet akan benar-benar terputus mengingat di kapal hanya bisa sms dan telepon, sedangkan sinyal internet kami dapatkan dari pulau Biak yang sudah mulai samar dari jangkauan mata.

Sayapun bergegas mengisi setiap pertanyaan di form tersebut, karena baru malam hari nanti saya bisa online lagi ketika kapal sandar di pelabuhan Manokwari. Puji Tuhan Form tersebut saya berhasil isi dan kirim, 5 menit kemudian sinyal internet benar-benar hilang di tengah lautan. Rasa lega dan bahagia bercampur, yang ada dalam pikiran saya adalah akan segera ke Jakarta, sebuah kota yang selalu saya impikan bisa kesana.
                Setelah sampai di Sorong, saya menerima beberapa formulir yang harus didownload untuk diisi lalu di scan dan dikirimkan balik ke pihak panitia. Sebuah dilema terjadi, KTP saya masih KTP Biak Numfor, sedangkan Domisili saya di Kota Jayapura dan saya harus mengurus semua persyaratan ini di Kota Sorong. Bukan hanya berbeda kota melainkan sudah berbeda provinsi tentunya, hal pertama yang saya lakukan adalah memberitahukan pihak panitia dan untuk mengurus surat keterangan dari dokter saya lakukan di Kota Sorong, ketika mengurus surat kesehatan awalnya saya pergi ke puskesmas di dekat pasar Remu. Tetapi ditolak dengan alasan berbeda alamat tempat tinggal, saya lalu pulang dan keesokan harinya saya pergi ke puskesmas lainnya dan akhirnya surat kesehatan pun jadi. Selanjutnya tinggal print beberapa surat, mengisinya lalu scan dan kirim ke pihak panitia.
                Setelah semua berkas beres, saya pun menunggu jadwal kegiatan untuk keberangkatan. Setelah mendapatkan jadwal kegiatan, saya sangat terkejut karena kami akan melaksanakan Live-in di pegunungan Arfak. Dimana disana ada danau kembar yang merupakan tempat yang ingin saya kunjungi sejak tahun 2015, sebuah kebahagiaan yang menumpuk karena akan ke Jakarta selama beberapa hari lalu ke Manokwari jadi total kegiatan sekitar 1 bulan. Namun, sebuah kabar bahwa kegiatan diundur selama beberapa hari dengan alasan ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Siti Nurbaya Bakar sedang menunaikan ibadah haji di tanah suci.
                Setelah liburan di Sorong, saya pun kembali ke Kota Jayapura. Ternyata ada 3 orang peserta Eco Diplomacy juga di kota Sorong, andai saya tahu dari awal pasti saya akan bertemu dan berkenalan bersama mereka sejak di kota sorong.

selanjutnya  silahkan baca PERTAMA KE JAKARTA KARENA SCHOOL OF ECO DIPLOMACY

Comments

Popular Posts