Skip to main content

Featured

41 Hari (Puisi)

41 HARI Kaimana... Orang mengenalnya sebagai kota senja.. Tapi bagiku, kota penuh sejarah... Dengan beribu kisah Bagaikan uniknya kolam sisir Begitupula eksentriknya tanah air Inilah cinta yang Fitri Sebagai harapan adanya Gentrifikasi Indahnya Namatota bagai Bagaskara... Begitu eloknya Triton nan Baswara Harapan rakyat jelampah Lara muak Sadrah  Sanubariku terus dirundung  Bagaimana harapan temaram Tetapi weharima di kampung-kampung Terus dijaga tanda tak karam Pesona Kiruru menuju Bamana  Terus menerus hadir di isi kepala Kehidupan di Lakahia  Serta Omba Nariki jadi saksi hari bahagia Murano, Lumira dan Nanggaromi terus menanjak Pertanda raga tak sampai puncak Indurasmi menemani malam di Mai-mai Serta Kamaka dengan Swastamita yang permai Tak Lupa kisah Kayu merah penuh toleransi  Genggam erat cinta di kaki gunung Emansiri Inilah kehidupan di tanah Nugini Kisah tentang 41 hari... Adrenalin berpacu di Tanjung Nabima Tentang rasa dan asa Untuk semua orang baik Tu...

19 Tahun Otonomi Khusus Papua, Sudahkah Papua Otonom?

 


Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, tahun 2020 genap berusia 19 tahun sejak ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri pada 21 November 2001 silam. Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi di ujung timur Indonesia itu sebagai salah satu solusi atas kencangnya permintaan masyarakat Papua untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Atas permintaan kemerdekaan Papua itulah Otonomi Khusus diberikan untuk meredam gejolak politik, apakah setelah 19 tahun otonomi khusus diberlakukan aspirasi Papua merdeka mereda? Jawabannya dapat pembaca jawab sendiri! Lalu bagaimana dengan status Papua sebagai daerah otonom?

Dalam UU No 21 tahun 2001 Bab 1 Ketentuan Umum, Pasal 1  poin b tertulis ā€œOtonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papuaā€. Sebagai daerah yang mendapatkan status otonomi Khusus, tentunya Papua ā€œharusnyaā€ memiliki keistimewahan tersendiri. Apa saja yang ā€œistimewahā€ di Papua sejak diberlakukannya Otonomi Khusus? Ada beberapa hal yang istimewah seperti dibentuknya MRP sebagai representasi kultural orang asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama. Selain itu keistimewahan lainnya juga adalah Perdasus (Peraturan daerah khusus) sebagai turunan pasal-pasal dalam UU No 21 Tahun 2001, dan ada juga aturan tentang yang berhak menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur adalah Orang asli Papua. Serta juga mendapatkan alokasi Dana Alokasi Umum sebesar 2% dari Plafon DAU nasional.

Lalu apakah beberapa keistimewahan diatas sudah menjadikan Papua sebagai daerah otonom? Jawabannya bisa pembaca jawab sendiri setelah membandingkan dengan pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Aceh.  

Provinsi Aceh sudah memiliki 4 Partai lokal yang sudah mengikuti pemilihan umum disana, diantaranya: Partai Aceh, Partai Sira, Partai Daerah Aceh, dan Partai Nanggroe Aceh. Lalu bagaimana dengan Papua?  amanat Otonomi Khusus Papua dalam UU No 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Pasal 28 ayat (1) berbunyi ā€œPenduduk Provinsi Papua dapat membentuk partai politikā€. Namun 19 tahun Otsus ada di Papua, belum ada satupun Partai politik lokal yang diakui negara dan mengikuti kontestasi Pemilu. Sangat berbeda dengan yang terjadi di Provinsi Aceh, bahkan pada tahun 2020 ini Mahkama Konstitusi (MK) menolak pengujianmateri tentang partai lokal Papua.

Sungguh ironis, tidak hanya persoalan Partai Lokal, pendirian Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagaimana terkandung dalam Bab XII pasal 45 dan 46 juga tidak kunjung didirikan. Padahal sudah 19 tahun otonomi khusus Papua berlaku, berbeda dengan Provinsi Aceh yang sudah memiliki Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Baru-baru ini MRP dan MRP-B (Majelis Rakyat Papua-Barat) yang hendak melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di berbagai wilayah adat di Papua, beberapa diantaranya justru dihalangi pihak keamanan, bahkan beberapa diantaranya sampai ada yang diborgol dengan dalih ā€œkeamananā€. Padahal MRP dan MRP-B sedang melaksanakan amanat otonomi khusus untuk mendengarkan pendapat rakyat yang menjadi sasaran langsung dari diberlakukannya UU No 21 Tahun 2001.

Ingatlah bahwa Otonomi Khusus Papua bukan hanya tentang uang, tetapi juga kebijakan! Karena otonomi khusus hadir sebagai solusi untuk meredam aspirasi kemerdekaan Papua, jika saat ini aspirasi tersebut masih lantang disuarakan, berarti ada yang tidak beres selama 19 tahun otonomi khusus ada di Papua.

Jika nasib buruk masyarakat adat diakibatkan oleh kegagalan Otonomi Khusus (Otsus), maka mengganti Otsus dengan Papua Merdeka adalah solusi. Tetapi, jika nasib buruk masyarakat adat di Tanah Papua disebabkan oleh leadership yang buruk, maka mengganti Otsus dengan Merdeka adalah ilusi.

Jika Otonomi Khusus tidak mampu menyelesaikan konflik di Papua, maka Referendum (Penentuan Nasib Sendiri) adalah solusi damai bagi Papua!

 

 

 

oleh    : Armandho C B Rumpaidus

 

Comments

  1. Salut Kondisi Real Otonomi Khusus itu tidak dirasakan oleh Rakyat Papua, yg menikmati adalah Pimpinan OPD dan bsgNya

    ReplyDelete
  2. Dengan Begitu Berikan Solusinya adalah REFRENDUM sbg Solusi yg tepat

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts