Skip to main content

Featured

Catatan Carlyno #1

  Mereka yang memiliki otoritas sengaja memelihara konflik dan membuat orang Papua dengan orang Papua sendiri saling membunuh, saling membenci, saling mendengki. Orang Papua tidak dipunahkan secara eksternal tetapi juga internal, pembiaran ini akan berdampak sampai dimana konflik antar sesama orang Papua. Lalu mereka yang menciptakan dan memelihara konflik akan dengan santainya menjual isu ke dunia luar bahwa mereka hadir sebagai pembawa kedamaian. Orang-orang tidak akan lagi melihat akar konflik, tidak akan lagi menarik benang merah konflik. Tetapi akan langsung mengambil sebuah kesimpulan, tentang tragedi berdarah yang tercipta tanpa penyelesaian yang terarah ke perdamaian. Andholyno

KISAH MANBRI YANG TERLUPAKAN




Tak terhitung banyaknya manbri yang telah gugur di medan pertempuran baik di darat maupun di laut. Perjalanan perompakan, perjalanan mengarungi lautan yang luas demi menaikan wibawa (harga diri) mnu (kampung) dan keret (marga) di masa lampau. Hal ini membuat mereka harus berjuang bahkan nyawa taruhannya. Banyak dari mereka yang gugur sebagai "apyokem" dan menjadi debu, namun kisah epik kepahlawanan mereka masih menjadi cerita tutur hingga hari ini, bahkan dalam manuskrip-manuskrip tua eksistensi mereka di catat. Kejayaan mereka mulai hilang tanpa bekas seperti sambaran petir yang tak terdengar lagi.

Kadang sebutan “manbri” memiliki konotasi negatif yang selalu identik dengan sifat buruk dari seorang manbri yaitu orang yang suka membunuh, merampas, merampok, menebas, dsb. Apakah mereka seburuk itu? Tidak juga. Gejolak batin mereka, bertentangan dengan tindakan mereka sebagai perompak. Sewaktu melakukan penyerangan, mereka biasanya akan menghabisi para lelaki yang berupaya melawan, anak kecil dan wanita biasanya akan menjadi tawanan atau budak (women).

Seorang manbri memiliki beberapa kriteria yang pantas disebut manbri. Seorang manbri tidak hanya menguasai peralatan tempur seperti Ikoi Mamun (panah), Bome (Lembing, Tombak), Sumber (parang), Adai (perisai), dsb, tetapi juga menguasai teknik berperang, bisa mengorganisasi pasukan Rak Mamun, bisa mengelabui musuh (mbrop), dan berani mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Setiap keputusan (wos snemuk) yang tepat akan membawa hasil yang baik. Untuk melihat berapa banyak musuh yang dibunuh, ada tanda khusus (khas) milik manbri. Seorang manbri tidak akan menggunakan sembarang simbol atau tanda.

Tanda-tanda demikian harus sesuai dengan jumlah kepala musuh. “Bulu putih hanya boleh dipakai oleh orang yang telah membunuh orang yang jumlahnya sama dengan jumlah bulu yang dipakainya.” (Kamma, 1981:102) Dalam kasus seperti ini, seorang manbri tidak bisa berbohong atau menipu dengan memasang jumlah bulu putih yang lebih. Ini harus sesuai dengan fakta dan seorang manbri harus sanggup menceritakan setiap peristiwa pembunuhan dengan cara yang meyakinkan sehingga orang lain bisa mempercayainya.

baca juga KORANO BAIBO MORIN

Ada banyak kisah menarik tentang manbri-manbri Byak, seperti yang sudah sering disebutkan : Sekfamneri (Kurabesi), Fakoki dan Patrefi. Selain ketiga manbri tersebut masih ada banyak manbri yang tidak disebutkan, misalnya manbri-manbri dari Bar Sorido-KBS : Munsyofi dan Manprefi sekitar tahun 1700-an. Manbri-manbri dari Bar Sorido-KBS berlayar hingga ke pulau Mapia untuk mencari budak. Penduduk Mapia selalu menjadi incaran manbri Byak. Mungkin saja, inilah yang di catat oleh Kapten Carteret pada tahun 1767. Buku Edinburgh Gazetteer or Geographical Dictionary, tahun 1822 mencatat bahwa Kapten Carteret mengunjungi pulau itu pada tahun 1767 dan sewaktu berada disana penduduk asli memberitahukan nama-nama pulau tersebut seperti Pegan, Onata dan Onella dan juga mencatat bahwa penduduk asli pulau tersebut menyambut mereka dengan ramah.


Orang-orang Mapia itu juga melaporkan bahwa ada pulau-pulau lain di bagian Utara yang penghuninya dikatakan memiliki besi dan selalu membunuh orang Mapia ketika bertemu di laut. Jika informasi ini merujuk pada bajak laut Biak, berarti cerita tutur mengenai Armada Bar Sorido-KBS dapat dibenarkan.

Selain kisah tersebut diatas ada kisah lain mengenai seorang manbri Byak, tapi bukan mengenai kisah perompakan yang dilakukannya, mari kita telurusi kisahnya.

Berbicara mengenai seorang manbri selalu dikaitkan dengan perompakan dan perburuan kepala, berbeda dengan manbri satu ini, yaitu Manbri Wosraki, dia berasal dari bar Sorido-KBS. Catatan mengenai manbri ini bukan pergi untuk berperang, bukan untuk membunuh sebaliknya dia berlayar dengan misi khusus, mungkin berdagang.

Wosraki bersama dengan krunya berlayar dari Biak hingga Ternate dengan membawa pulang ”Souvenir de Ternate”. Apa yang dibawa pulang? Alb. J. de Neef menulis, ”Orang-orang Biak itu, menyeberangi lautan dan mendayung dari Ternate dengan dua ekor kambing di laut dan hewan-hewan itu sudah berbulan-bulan hidup di laut”. Coba anda bayangkan bagaimana kedua kambing muda itu di terpa angin laut, mungkin dengan sedikit teriakan, kedinginan di atas perahu Wairon? atau mungkin Mansusu? hewan-hewan itu bersama para pendayung yang gagah perkasa mendayung melintasi samudera Pasifik.

Baca juga LUKISAN MANBESAK

 Pada waktu tuan de Neef berada di Korido sekitar tahun 1930-an, dia melihat banyak kawanan kambing disana yang di miliki oleh lima kepala kampung. Seorang dari antara kepala Kampung tersebut mengisahkan bahwa manbri Wosraki yang membawa induk dari kawanan kambing tersebut. Kisah sejarah pelayaran ini mungkin salah satu dari sekian banyak kisah kemampuan para manbri Byak yang tak pernah getir dalam mengarungi lautan..
..

Ket foto:
(1) Pria Sorido (1916-1920)
(2) Manbri Korido (1914)
(3) Manbri-Manbri Korido (1900an)
(4) Para Wanita di Pulau Mapia (1903)



Sumber: Postingan Facebook Eba Mefi Korwa Mansnandifu

Comments

Popular Posts