“Penampilannya brutal, tapi dia masuk akal”, tulis Frederik Sigismund
Alexander De Clercq kepada sang Korano Baibo dari kepulauan Schouten
Eilanden. Korano Baibo Morin berasal dari kampung Mokmer, selatan pulau
Biak, dia juga disebut sebagai konor. De Clercq (1842-1906) berupaya
bertemu dengan Korano Baibo agar menyelesaikan masalah yang terjadi di
tahun sebelumnya. De Clercq sebagai Residen Nederlandsch Nieuw-Guinea,
datang untuk bertemu langsung dengan sang Korano dengan cara damai. Ada
apa dengan Korano Baibo?
Pada tanggal 22 Juli 1886, Baibo
bersama para manbri kampung Mokmer menyerang kapal dagang “Coredo” di
Bosnik. Seorang kapten Belanda bernama H. C. Holland dan tiga kelasinya
di bantai. Sebenarnya, tempat penyerangannya adalah di Doisi, ujung
pulau Nusi, kepulauan Padaido. Penulis-penulis Eropa, menyebut nama
tempat Bosnik karena di masa lalu, Bosnik dikenal dengan perdagangan
damar (kessi), selain itu nama Bosnik juga mewakili beberapa kampung
bagian Timur dan Selatan pulau Biak, sehingga nama kampung Bosnik
sekarang bukanlah yang di maksud. Catatan tambahan yang cukup detail
mengenai peritiswa penyerangan kapal Coredo ini, di tulis oleh sejarawan
Albert Rumbekwan dalam tulisannya, “Peristiwa-Peristiwa Perang
Tradisional di Pesisir Utara Papua” dia menulis, “Waktu itu kapal dagang
“Coredo” berlabuh di Doisi, ujung pulau Nusi kepulauan Padaido-Biak
Timur, Bosnik, diserbu oleh Manbri Korano Baibo dan para pengikutnya
yang juga para manbri dari wilayah tersebut, yaitu; manbri Inggarasem
Simbiak, Ronggesi Simbiak, Wamaer Wakum dan Aimando Wakum. Mereka
melakukan pengepungan terhadap kapal “Coredo” yang dinakhodai oleh
kapten H.C. Holland. Para manbri-manbri itu menjarah kapal tersebut, dan
manbri Inggarasem Simbiak, melakukan penusukan terhadap kapten H.C.
Holland dan tiga orang kelasinya hingga mati, lalu berlayar pergi
meninggalkannya.”
baca juga
KISAH MANBRI YANG TERLUPAKAN
Peristiwa pembunuhan telah tersebar luas
dengan cepat hingga ke telinga resident Pemerintahan Hindia Belanda.
Satu bulan kemudian, yaitu bulan Agustus 1886, datanglah kapal perang
Z.M. S.S. Tromp yang menembaki sejumlah kampung. Satu tahun kemudian,
tanggal 14 Oktober 1887, kapal perang Z.M. S.S. Java, masuk di kampung
Mokmer. Resident F.S.A. de Clercq sendiri ingin bertemu Korano, meskipun
demikian Korano tidak mau pergi ke kapal. Korano menyuruh saudaranya
untuk bertemu De Clercq dengan membawa seorang budak perempuan Krudu
(women sfor ro Krudu) dan dua gelang Tuturuga [teteruga] (wawmisbei)
sebagai pembayaran darah kapten H.C. Holland (byak rik), setelah itu De
Clercq menyuruh saudaranya kembali dengan berpesan bahwa kalau Korano
tidak bisa bertemu dengannya, dia sendiri yang akan bertemu Korano. De
Clercq pun bersama kapitan laut Tidore sebagai juru bahasanya dengan
sebuah perahu atau sampan pergi bertemu Korano Baibo; di pantai Dobedok,
Korano menunggu mereka, setelah duduk bersama, mereka di kelilingi
sekitar 200 pria kampung Mokmer. Sambil berbicang-bincang, Korano
menawarkan De Clercq untuk mencicipi Sagu (kyum) dan air putih. Korano
juga meminta maaf atas pembunuhan kapten Holland, dan dia juga berjanji
akan menjalin hubungan baik dengan Resident. Rupanya Korano Baibo bisa
berbicara bahasa Melayu, karena bisa bahasa Melayu, De Clercq tidak
lagi menggunakan penerjemah, karena mereka bisa saling memahami. Korano
juga bahkan mengajarkan De Clercq beberapa kosa kata bahasa Biak.
Pertemuan itu membuat De Clercq begitu terkesan, sehingga dia
mengatakan, “Penampilannya brutal, tapi dia masuk akal”. Pertemuan
singkat itu telah mendamaikan pihak pemerintahan Hindia Belanda dan
Korano Baibo, namun waktu begitu cepat De Clercq harus kembali ke kapal
Java, disaat itu Korano Baibo menemaninya dan atas nama Pemerintahan
Hindia Belanda, secara resmi Korano Baibo diangkat menjadi kepala dan
diberikan akta pengangkatan serta hadiah-hadiah. Sebaliknya, Korano
memberikan kepada De Clercq, anting-anting peraknya.
Oleh Manggruyar Aimeri
Ket :
1. WOMEN dalam bahasa Biak artinya BUDAK
2. (Gambar)Lukisan Korano Baibo, tahun 1887
Comments
Post a Comment