Skip to main content

Featured

Cerita Perjalanan: Sorong-Pomako (Bagian 1)

 120 JAM Berlayar Bersama Sabuk Nusantara 75 Rabu sore (28/8) usai berkunjung ke keluarga di pulau Doom, saya lalu mampir untuk makan es pisang ijo di belakang kantor PLN Kota Sorong. Kebetulan yang menjualnya adalah teman lama saya saat bekerja di Tambrauw, namanya Noritha Fentiana Murafer. Usai menyantap 2 porsi es pisang ijo saya langsung pulang ke rumah. Setelah sampai di rumah, saya lalu membereskan barang-barang kedalam 2 ransel "teman hidup" saya. Kemudian makan dan mandi, setelah beres saya lalu berpamitan dan menuju ke pelabuhan menggunakan angkutan umum. Saat sampai di pelabuhan sekitar jam 7.30 malam, ternyata kapal belum masuk. Saya akan berlayar menggunakan KM. Sabuk Nusantara 75 dari Sorong ke Pomako (Mimika). Pelayaran ini memiliki rute Sorong-Yellu- Bula- Geser- Goram- Fakfak- Karas- Kaimana- Lobo- Pomako. Artinya kami akan menyinggahi 8 pemberhentian sebelum sampai ke pelabuhan tujuan saya. Setelah menunggu beberapa saat, tidak lama kemudian kapal pun sandar

TANAHKU ADALAH LUKA BUSUK NEGARA!



Masyarakat Pribumi dan Tanah Airnya





Pulau Papua atau Guinea baru bagian barat yang termasuk dalam wilayah administratif Republik Indonesia dibagi menjadi 2 provinsi yaitu Provinsi Papua dan Papua Barat, serta terdapat 7 wilayah adat yakni Mamta, Saireri, Domberai, Bomberai, Anim Ha, La Pago dan MeePago.
 Masyarakat Pribumi atau biasa disebut orang asli atau penduduk asli merupakan masyarakat yang merupakan keturunan penduduk awal dari suatu tempat dan sudah membangun kebudayaannya di tempat tersebut dengan status asli (indigenous) sebagai kelompok etnis yang bukan merupakan pendatang dari daerah lainnya.
Masyarakat adat Papua yang terdiri dari sekitar 250an suku dan bahasa daerah, dengan jumlah suku dan bahasa daerah sebanyak itu menjadi kekayaan yang tidak ternilai, apalagi dengan beraneka ragam kebudayaannya. Orang-orang asli Papua telah mendiami wilayah-wilayah di Papua sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu, sebelum Republik Indonesia berdiri. Mereka sudah memanfaatkan dan menggantungkan sumber kehidupannya dari hasil-hasil alam sebagai sumber kehidupannya mulai dari kebutuhan Sandang,Pangan dan Papan.
Kebutuhan Sandang di masa lalu dapat dilihat seperti pakaian adat, suku-suku di Papua rata-rata mengambil bahan baku pakaian berasal dari tanaman-tanaman di sekitar mereka dan bulu hewan hasil buruan. Kebutuhan Papan untuk membuat rumah juga demikian, rumah-rumah adat dibuat dari hasil-hasil alam secara gratis. Kebutuhan pangan juga sudah pasti diambil dari alam sekitar mereka, entah dari tanaman-tanaman maupun hewan piaraan dan hasil berburu.

Negara Dan Masyarakat Adat Papua
            Kita bersama tahu bahwa Proses masuknya Papua ke negara kesatuan Republik Indonesia melalui sistem Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada tahun 1969. Sebuah proses yang memakai sistem keterwakilan bukan one man one vote, proses yang menimbulkan pro dan kontra sampai saat ini. Namun bukan itu yang akan kita bahas, yang akan kita bahas adalah kepentingan Negara “memanfaatkan” Papua yang luas dan memiliki kekayaan alam melimpah namun jumlah populasi Orang Asli Papua (OAP) yang tidak sebanding.
            Salah satu fungsi negara adalah memajukan kesejahteraan umum, atau secara simpelnya negara mensejahterakan rakyatnya bukan menyusahkan. Seperti penjelasan diatas bahwa jumlah Populasi Orang Asli Papua yang tidak sebanding dengan luas Papua sendiri menyebabkan pemerintah harus membuat program transmigrasi untuk membawa orang-orang non Papua dari luar pulau Papua untuk masuk dan tinggal menetap di Papua. Tidak hanya tinggal tetapi juga diberikan lahan untuk digarap. Lahan atau tanah yang sebelumnya tidak mereka miliki di daerah asal mereka namun lewat program transmigrasi, maka merekapun memiliki rumah dan tanah di Papua. Sehingga negara berusaha mensejahterakan orang-orang yang berasal dari luar Papua ini, atau memutihkan orang Papua.
            Pada tahun 1963, jumlah penduduk asli Papua masih 100 persen. Namun, dalam sensus 1971, jumlah penduduk asli Papua menjadi 96 persen (923 ribu jiwa), sementara jumlah orang non-Papua sebesar 4 persen (36 ribu jiwa). Pada sensus 2010, jumlah penduduk asli Papua sekitar 73,57 persen (2.121.436 jiwa), sementara pendatang 22,84 persen (658.708 jiwa). Lima kabupaten dengan mayoritas non-Papua adalah Merauke (62,73%), Nabire (52,46%), Mimika (57,49), Keerom (58,68%), dan kota Jayapura (65,09%). Ke-23 kabupaten lain di Papua dan Papua Barat masih didominasi oleh orang asli Papua. Namun itu adalah data pada tahun 2010, bagaimana dengan 2019?
            Tidak hanya manusianya yang berkurang, tetapi tanah adat yang sudah diakui turun-temurun juga mulai berkurang dengan alasan pembangunan dan investasi oleh perusahaan-perusahaan yang membuat hutan-hutan dibabat sampai habis. Bahkan hutan masyarakat adat Papua pun seakan tidak pernah dipedulikan Negara! Coba sebut 1 saja hutan masyarakat adat di Papua yang diakui negara? Belum ada satupun hutan adat masyarakat di Papua yang diakui negara!
            Padahal melalui putusan MK-35, Mahkama konstitusi menetapkan, hutan adat tak lagi sebagai hutan negara. MK tegas menyatakan, hutan adat bukan lagi hutan negara melainkan bagian dari hutan hak.
            Dahulu waktu masih usia kanak-kanak dan remaja kita pasti sering dilarang oleh orang-orang dewasa untuk main ke hutan, gunung, atau suatu kawasan tertentu karena dianggap sakral atau berbahaya (biasa dibilang ada penunggu). Namun ketika kita beranjak dewasa, kawasan-kawasan yang dilarang orang tua-orang tua dahulu sudah mulai hilang akibat dieksploitasi oleh manusia. Disini saya tidak membahas tentang kepercayaan animisme atau kepercayaan kepada leluhur! Tapi saya akan membahas tentang kawasan-kawasan lindung yang menopang ekosistem kehidupan
Sebuah hutan tempat dimana tumbuh hutan sagu, tempat hewan-hewan liar hidup, ketika ditebang sampai habis untuk menjadi hutan HPL (Hak Pengelolaan) atau HGU (Hak Guna Usaha). Maka, bisa dipastikan tidak ada lagi hutan sagu dan hewan-hewan yang berkeliaran dan berdampak kepada manusia yang biasanya mengambil makanan dari hutan tersebut. contoh kasus kalian bisa menonton film The Mahuze’s di Youtube yang bercerita tentang Marga Mahuze yang berjuang mempertahankan tanah adat mereka.
Beberapa kali konflik tanah antara masyarakat dan perusahaan di Papua berujung pada kasus dugaan pelanggaran HAM, salah satunya yang paling dikenal adalah kasus Wasior, yang menewaskan empat warga sipil dan lima anggota Brimob pada tahun 2001. Kasus konflik seperti ini adalah peristiwa Wasior setelah PT Vatika Papuana Perkasa, perusahaan kayu di sana ditunding mengingkari kesepakatan dengan masyarakat pemilik hak ulayat yang menyebabkan satu orang mengalami kekerasan seksual, lima hilang dan 39 orang disiksan oknum Brimob.
Sampai sekarang, kekerasan ini masih tercatat sebagai kasus dugaan pelanggarab HAM yang belum diselesaikan pemerintah, padahal Komnas HAM sudag selesai melakukan investigasi dan Kejaksaan Agung sudah menerima hasilnya.
Baru-baru ini juga kampanye mempertahankan tanah adat dilakukan seorang pemuda Papua dengan cara yang mengikuti perkembangan jaman, Januarius Sedik, seorang mahasiswa Yogyakarta asal Tambrauw, Papua Barat menggagas petisi di laman Change.org untuk meminta pemerintah mencabut izin perusahaan dari tanah adatnya di Kebar. Hingga saat ini, petisi berjudul “Tolak Kebun yang Hancurkan Tanah Adat Kami di Kebar, Tambrauw, Papua Barat” sudah ditandatangani hampir 55 ribu orang. Jan mengaku memulai petisi ini setelah mendapat kabar dari kampung halamannya bahwa tanah mereka dirampas dan hutannya dirusak.
Berikut kutipan dari petisinya:
Nama saya Jan, Suku Mpur dari Kebar, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat dan saat ini berkuliah di Yogyakarta. Almarhum ayah saya dan kebanyakan warga Tambrauw adalah petani, peramu dan berburu. Mungkin banyak yang kira kehidupan ini ketinggalan zaman.
Tapi bagi kami, ini bagian dari hubungan kami dengan alam. Kita jaga alam, alam beri kita makan. Hutan kami adalah ibu kami.
Itu semua terancam oleh PT Bintuni Agro Prima Perkasa (PT BAPP). Mereka yang awalnya meminta izin warga adat untuk membuka kebun jagung di padang rumput, ternyata sekarang beroperasi di hutan kami. Bahkan dicurigai mulai menanam sawit“.

Apakah Tanah Papua Masih Kosong?
Jika dilihat dipeta tampak masih banyak wilayah di tanah Papua yang kosong, tapi jangan salah. Wilayah-wilayah tersebut sudah diberikan izin untuk investasi, sepanjang tahun 2017 pemerintah menerbitkan izin-izin baru untuk perkebunan dan pertambangan. Untuk perkebunan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memberikan izin pelepasan kawasan hutan kepada 3 perusahaan perkebunan dan industri pangan, yakni PT Bangun Mappi Mandiri di Kabupaten Mappi Juli 2017 seluas 18.006 hektar, PT.Agriprima Cipta Persada di Kabupaten Merauke Juli 2017 sebanyak 6.200 hektar dan PT Menara Wasior di Kabupaten Teluk Wondama pada September 2017 dengan luas 28880 hektar. Jadi, total izin baru perkebunan sawit pada 2017 untuk 3 perusahaan adalah 53.806 hektar tanah di pulau Papua.
Buat pertambangan, pemerintah menerbitkan izin baru kepada enam perusahaan pada 2017, yakni empat pertambangan di Papua, yakni, PT Wira Emas Persada di Nabire seluas 1.242 hektar, PT Aurum Wira Persada di Nabire luas 13.880 hektar dan PT Trident Global Garmindo dengan 17. 830 hektar, PT Madinah Qurrata’ain di Dogiyai 23.340 hektar. Keempat perusahaan eksplorasi emas.
Dua perusahaan di Papua Barat, yakni, PT Bayu Khatulistiwa Sejahtera di Manokwari, eskplorasi emas, 7.741 hektar dan PT Dharma Nusa Persada seluas 20.805 hektar.
Pada Maret 2017, Menteri LHK juga membuat keputusan Nomor SK.172/Menlhk/Setjen/PLA.2/3/ 2017, tentang perubahan alih fungsi hutan lindung Momi Anggi di Gunung Botak, Manokwari Selatan, seluas 2.318 hektar. Peruntukannya, antara lain, jadi hutan produksi konversi (HPK) 231 hektar dan hutan produksi terbatas (HPT) 2.100 hektar. Keputusan ini, katanya,  diduga mengakomodasikan kepentingan perusahaan tambang pasir kuarsa PT SDIC.
Selain itu, pembongkaran dan penggusuran hutan untuk kepentingan perusahaan sawit dalam jumlah cukup luas juga terjadi selama 2017.  Perusahaan yang membongkar dan penggusuran hutan untuk kebun sawit antara lain, PT Agriprima Persada Mulia di Merauke, PT Kartika Cipta Pratama  di Boven Digoel dan PT Permata Putera Mandiri di Sorong Selatan.
Data diatas merupakan data tahun 2017, bagaimana dengan izin-izin investasi yang baru keluar pada tahun 2018 & 2019? Masihkah kalian anggap Papua Tanah Kosong? Padahal tanah Papua didiami oleh manusia-manusia itu sendiri! Yang mungkin sebagian dari kaum pribumi itu sekarang ini sudah tidak lagi memiliki tanah.
Bukan hanya investasi perusahaan-perusahaan yang menjadi ancaman tetapi juga tanah masyarakat pribumi yang dijadikan pangkalan-pangkalan militer.
            Akibat dari banyaknya investasi yang masuk ke Papua dan merampas tanah-tanah adat adalah hilangnya ekosistem kehidupan seperti sebelumnya. Hutan sagu berganti menjadi kebun kelapa sawit, berasnisasi membuat manusia Papua mulai melupakan pangan lokal, dan semakin banyak pekerja migrant dari luar Papua yang membuat orang asli Papua menjadi Minoritas diatas tanahnya sendiri.  Tidak cukup sampai disitu, setiap masyarakat yang melawan dan menuntut keadilan akan dibungkam seperti yang terjadi di beberapa tempat di Papua.

Solusi
1.      Investasi yang masuk ke Papua harus mendapatkan persetujuan berdasarkan musyawarah antara pemerintah Daerah, Tokoh Agama dan Tokoh adat
2.      Tanah adalah mama bagi orang Papua, jual tanah sama saja jual mama. Jadi, orang Papua stop jual tanah untuk dapat uang! Tapi olah tanah untuk hasilkan uang!
3.      Kewenangan Otonomi Khusus Papua harus dihormati pemerintah pusat
4.      Pemerintah pusat harus mengkaji setiap izin investasi apa dampaknya bagi masyarakat adat.
5.      Jika semua solusi tidak dipedulikan pemerintah, dan pemerintah tidak mau memperhatikan masyarakat adat. maka hanya ada 1 kata LAWAN!

Tanahku adalah luka busuk negara, luka yang dibungkus suara-suara sengsara
Dulu surga kecil yang jatuh ke bumi, sekarang ia terlantar akan darahnya pribumi

Selamat hari masyarakat Pribumi Se-Dunia
#PapuaBukanTanahKosong


           






Comments

  1. kenapa ada yang begini di negara ku indonesia tercinta? apa yang salah ? apakah para pemimpinnya? apakah para rakyatnya?. siapakah yang harus di benahi agar indonesia menjadi makmur sentosa jaya merdeka, tanpa ada kesengsaraan dan lain sebagainya? Terimakasih min telah membagi artikel tentang tanahku adalah luka busuk negara, salam dari webillian

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts