Skip to main content

Featured

Cerita Perjalanan: Sorong-Pomako (Bagian 1)

 120 JAM Berlayar Bersama Sabuk Nusantara 75 Rabu sore (28/8) usai berkunjung ke keluarga di pulau Doom, saya lalu mampir untuk makan es pisang ijo di belakang kantor PLN Kota Sorong. Kebetulan yang menjualnya adalah teman lama saya saat bekerja di Tambrauw, namanya Noritha Fentiana Murafer. Usai menyantap 2 porsi es pisang ijo saya langsung pulang ke rumah. Setelah sampai di rumah, saya lalu membereskan barang-barang kedalam 2 ransel "teman hidup" saya. Kemudian makan dan mandi, setelah beres saya lalu berpamitan dan menuju ke pelabuhan menggunakan angkutan umum. Saat sampai di pelabuhan sekitar jam 7.30 malam, ternyata kapal belum masuk. Saya akan berlayar menggunakan KM. Sabuk Nusantara 75 dari Sorong ke Pomako (Mimika). Pelayaran ini memiliki rute Sorong-Yellu- Bula- Geser- Goram- Fakfak- Karas- Kaimana- Lobo- Pomako. Artinya kami akan menyinggahi 8 pemberhentian sebelum sampai ke pelabuhan tujuan saya. Setelah menunggu beberapa saat, tidak lama kemudian kapal pun sandar

PADA TAHUN 65, MARKAS ARFAI DIBONGKAR


Kam ada yang ingat tanggal dan bulan hari ini tidak ?
Ini hari bersejarah
Pada tahun (65), 28 juli
markas arfai dibongkar oleh laskar Papua, kami tentara sapurata batalyon kasuari berjanji tetap berjuang sampai akhir merdeka...
Yamewero yabe Women Kakero , Imbo Yan ke Yan bayo , Yana ke Yana bayo...
JAMARISEN YORES RO MANGGUNAYA


Kalimat diatas adalah sebuah status yang saya lihat dari akun facebook teman saya hari ini, kemudian saya memutar lagu “biar posko dibongkar” di youtube lalu melihat kalender, ternyata tanggalnya sama dengan kisahnya sama dengan yang diceritakan dalam lagu tersebut. berikut sedikit coretan saya tentang kisah tersebut:

Lagu ini pertama kali saya dengar saat masih di timika sewaktu masih Sekolah Dasar dan lebih sering saya dengar saat sudah memasuki bangku perkuliahan. Lagu “Yamewero” sempat membuat saya merinding ketika mengikuti PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru) tahun 2013 lalu, ketika itu lagu ini digunakan sebagai mars dari salah satu fakultas meskipun ada beberapa lirik yang dirubah, tapi tetaplah lagu ini ketika menggema begitu membakar semangat anak-anak Papua.

 Lagu ini ternyata dinyanyikan oleh Grup Band Legendaris Papua “BLACK BROTHERS” yang sangat fenomenal hingga akhirnya harus keluar “mengamankan” diri dari Indonesia. Lagu ini mengisahkan tentang penyerangan markas Arfai di Manokwari oleh Permenas Ferry Awom dan pasukannya, Ferry Awom sendiri adalah bekas anggota batalyon Papua, sekaligus menjadi komandan Papua di PVK (Papoea Vrijwilligers Korps). Penyerangan ini karena pasukan Indonesia yang datang ke Manokwari melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi masyarakat (untuk diketahui bahwa pada tahun 1965 Papua belum bergabung dengan Indonesia). Orang-orang Papua yang jalan dan terlihat agak aneh bagi mereka (pasukan Indonesia) akan langsung dipukuli. Inilah yang membuat Ferry Awom sangat marah, pada tanggal 28 Juli mereka menyerang Asrama Tentara yaitu Asrama Cenderawasih di Arfai, hingga jam sepuluh pagi.


Dalam sebuah artikel terbitan Tirto.id juga menjelaskan bahwa pada 26 Juli 1965, Awom bersama pengikutnya menembaki tiga serdadu Indonesia. Balasannya, tulis sebuah kabel diplomatik kedubes AS di Jakarta, “Indonesia menyerang secara brutal”.

“sehari berikutnya, para serdadu menembaki setiap orang Papua yang mereka jumpai dan banyak orang tak bersalah, yang hanya melintas di jalan, turut menjadi korban.”

Akibatnya adalah pada 4 Agustus 1965 Indonesia melancarkan Operasi militer Sadar, operasi kontra pemberontakan militer Indonesia perdana di Tanah Papua. Menurut keterangan militer Indonesia, pada 1966 pemberontak menyerang secara ofensif ke sejumlah pos tentara Indonesia. Pasukan Papua mendapatkan dukungan dari penduduk setempat serta dari orang-orang Papua di PVK, kepolisian, dan PNS. Pada April 1967, pihak Indonesia mengakui Angkatan Udara memuntahkan peluru ke Kota Manokwari, menewaskan sedikitnya 40 orang. Tindakan ini, kata mereka, sebagai respons terhadap kelompok Awom yang mendeklarasikan "Negara Papua Merdeka". Pada tahun yang sama, Johan Ariks, paitua dari Arfak berumur 75 tahun, ditangkap oleh militer Indonesia setelah melakukan perlawanan gerilya selama dua tahun di areal tersebut. Ariks meninggal di penjara pada 1969.

Ferry Awom sendiri pada akhirnya bersama beberapa anak buahnya menyerahkan diri dan di terima Pangdam XVII/Cendrawasih Brigjen TNI Acub Zainal. Setelah menyerahkan diri Awom dari berbagai cerita menerangkan bahwa dirinya dibunuh diatas kapal perang dengan cara kedua tangan dan kaki diikat lalu ditembak dan dibuang kelaut teluk Doreri.


Meskipun Ferry Permenas Awom sudah meninggal beberapa puluh tahun yang lalu, namun kisah pemberontakan dan perlawanan di markas Arfai akan terus hidup dan diingat oleh generasi muda Papua.

"Tidak ada batasan dalam perjuangan ini sampai mati. Kita tidak bisa acuh tak acuh terhadap apa yang terjadi di mana pun di dunia, karena kemenangan oleh negara manapun atas imperialisme adalah kemenangan kita; seperti kekalahan setiap negara adalah kekalahan bagi kita semua." - Che Guevara

dirangkum dari berbagai sumber             



Comments

  1. Wah terimakasih untuk mengingatkan kita semua lewat tulisan ini. Apalagi, hari ini pas sesuai kalender. Trus bersamaan kita kehikangan salah satu visionary leader yang vocal yaitu Mr. John Taluk Tekwie.

    Semoga kita terus mengamalkan peristiwa - peristiwa penting ini terus menerus!

    ReplyDelete
  2. Sering lihat Mando pu tulisan, tapi tra pernah baca sampai selesai. Ternyata andalan sekali, misalnya yg ini. Sa jadi tahu kejadian di Arfai 🖒, Tuhan berkati Mando 🙏

    ReplyDelete
  3. Sejarah membuktikan bahwa kami sudah punya pemerintahan sendiri, tetapi indonesia memutarbalikan fakta yang terjadi.

    ReplyDelete
  4. Pokonya terimakasih kaka, su menambah pemahaman. ✊🏽🇨🇺

    ReplyDelete
  5. Semangat tetap berkobar dlm hati sampai M

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts