Skip to main content

Featured

Cerita Perjalanan: Sorong-Pomako (Bagian 1)

 120 JAM Berlayar Bersama Sabuk Nusantara 75 Rabu sore (28/8) usai berkunjung ke keluarga di pulau Doom, saya lalu mampir untuk makan es pisang ijo di belakang kantor PLN Kota Sorong. Kebetulan yang menjualnya adalah teman lama saya saat bekerja di Tambrauw, namanya Noritha Fentiana Murafer. Usai menyantap 2 porsi es pisang ijo saya langsung pulang ke rumah. Setelah sampai di rumah, saya lalu membereskan barang-barang kedalam 2 ransel "teman hidup" saya. Kemudian makan dan mandi, setelah beres saya lalu berpamitan dan menuju ke pelabuhan menggunakan angkutan umum. Saat sampai di pelabuhan sekitar jam 7.30 malam, ternyata kapal belum masuk. Saya akan berlayar menggunakan KM. Sabuk Nusantara 75 dari Sorong ke Pomako (Mimika). Pelayaran ini memiliki rute Sorong-Yellu- Bula- Geser- Goram- Fakfak- Karas- Kaimana- Lobo- Pomako. Artinya kami akan menyinggahi 8 pemberhentian sebelum sampai ke pelabuhan tujuan saya. Setelah menunggu beberapa saat, tidak lama kemudian kapal pun sandar

KORANO BAIBO MORIN


“Penampilannya brutal, tapi dia masuk akal”, tulis Frederik Sigismund Alexander De Clercq kepada sang Korano Baibo dari kepulauan Schouten Eilanden. Korano Baibo Morin berasal dari kampung Mokmer, selatan pulau Biak, dia juga disebut sebagai konor. De Clercq (1842-1906) berupaya bertemu dengan Korano Baibo agar menyelesaikan masalah yang terjadi di tahun sebelumnya. De Clercq sebagai Residen Nederlandsch Nieuw-Guinea, datang untuk bertemu langsung dengan sang Korano dengan cara damai. Ada apa dengan Korano Baibo?

Pada tanggal 22 Juli 1886, Baibo bersama para manbri kampung Mokmer menyerang kapal dagang “Coredo” di Bosnik. Seorang kapten Belanda bernama H. C. Holland dan tiga kelasinya di bantai. Sebenarnya, tempat penyerangannya adalah di Doisi, ujung pulau Nusi, kepulauan Padaido. Penulis-penulis Eropa, menyebut nama tempat Bosnik karena di masa lalu, Bosnik dikenal dengan perdagangan damar (kessi), selain itu nama Bosnik juga mewakili beberapa kampung bagian Timur dan Selatan pulau Biak, sehingga nama kampung Bosnik sekarang bukanlah yang di maksud. Catatan tambahan yang cukup detail mengenai peritiswa penyerangan kapal Coredo ini, di tulis oleh sejarawan Albert Rumbekwan dalam tulisannya, “Peristiwa-Peristiwa Perang Tradisional di Pesisir Utara Papua” dia menulis, “Waktu itu kapal dagang “Coredo” berlabuh di Doisi, ujung pulau Nusi kepulauan Padaido-Biak Timur, Bosnik, diserbu oleh Manbri Korano Baibo dan para pengikutnya yang juga para manbri dari wilayah tersebut, yaitu; manbri Inggarasem Simbiak, Ronggesi Simbiak, Wamaer Wakum dan Aimando Wakum. Mereka melakukan pengepungan terhadap kapal “Coredo” yang dinakhodai oleh kapten H.C. Holland. Para manbri-manbri itu menjarah kapal tersebut, dan manbri Inggarasem Simbiak, melakukan penusukan terhadap kapten H.C. Holland dan tiga orang kelasinya hingga mati, lalu berlayar pergi meninggalkannya.”

baca juga KISAH MANBRI YANG TERLUPAKAN

Peristiwa pembunuhan telah tersebar luas dengan cepat hingga ke telinga resident Pemerintahan Hindia Belanda. Satu bulan kemudian, yaitu bulan Agustus 1886, datanglah kapal perang Z.M. S.S. Tromp yang menembaki sejumlah kampung. Satu tahun kemudian, tanggal 14 Oktober 1887, kapal perang Z.M. S.S. Java, masuk di kampung Mokmer. Resident F.S.A. de Clercq sendiri ingin bertemu Korano, meskipun demikian Korano tidak mau pergi ke kapal. Korano menyuruh saudaranya untuk bertemu De Clercq dengan membawa seorang budak perempuan Krudu (women sfor ro Krudu) dan dua gelang Tuturuga [teteruga] (wawmisbei) sebagai pembayaran darah kapten H.C. Holland (byak rik), setelah itu De Clercq menyuruh saudaranya kembali dengan berpesan bahwa kalau Korano tidak bisa bertemu dengannya, dia sendiri yang akan bertemu Korano. De Clercq pun bersama kapitan laut Tidore sebagai juru bahasanya dengan sebuah perahu atau sampan pergi bertemu Korano Baibo; di pantai Dobedok, Korano menunggu mereka, setelah duduk bersama, mereka di kelilingi sekitar 200 pria kampung Mokmer. Sambil berbicang-bincang, Korano menawarkan De Clercq untuk mencicipi Sagu (kyum) dan air putih. Korano juga meminta maaf atas pembunuhan kapten Holland, dan dia juga berjanji akan menjalin hubungan baik dengan Resident. Rupanya Korano Baibo bisa berbicara bahasa Melayu, karena bisa bahasa Melayu, De Clercq tidak lagi menggunakan penerjemah, karena mereka bisa saling memahami. Korano juga bahkan mengajarkan De Clercq beberapa kosa kata bahasa Biak.

Pertemuan itu membuat De Clercq begitu terkesan, sehingga dia mengatakan, “Penampilannya brutal, tapi dia masuk akal”. Pertemuan singkat itu telah mendamaikan pihak pemerintahan Hindia Belanda dan Korano Baibo, namun waktu begitu cepat De Clercq harus kembali ke kapal Java, disaat itu Korano Baibo menemaninya dan atas nama Pemerintahan Hindia Belanda, secara resmi Korano Baibo diangkat menjadi kepala dan diberikan akta pengangkatan serta hadiah-hadiah. Sebaliknya, Korano memberikan kepada De Clercq, anting-anting peraknya.


 Oleh Manggruyar Aimeri
Ket :
1. WOMEN dalam bahasa Biak artinya BUDAK
2. (Gambar)Lukisan Korano Baibo, tahun 1887

Comments

Popular Posts