Senin, 3
September 2018, Saya menuju ke bandara sentani di kabupaten Jayapura. Hari itu
saya sangat gembira sekaligus was-was karena ini adalah sebuah pilihan dengan
konsekuensi yang tidak main-main, yaitu tidak wisuda di tahun 2018. Saya teguh
dengan pendirian saya tetap mengikuti School of Eco Diplomacy 2018 dengan
durasi hampir 1 bulan penuh diluar kota Jayapura.
Sehari
sebelumnya (2/9) saya menyiapkan beberapa perlengkapan untuk digunakan selama
di Jakarta, Pegunungan Arfak dan Manokwari nantinya. Setelah beberapa barang
yang saya butuhkan sudah tercukupi saya memutuskan untuk pulang, namun ada satu
hal yang saya lupa yaitu memotong rambut saya. Jam sudah menunjukkan pukul
22:10 WIT dimana pelayanan taksi abe-waena sudah mulai berkurang dan
pangkas-pangkas rambut sudah mulai tutup, saya akhirnya memutuskan untuk pergi
ke teman saya Ortis Waromi di padang bulan untuk menggunting rambut. Jam 23:47
WIT proses pengguntingan dimulai hingga 00:23, beruntung waktu pulang ke kos
ada Kakak Austen yang lewat pakai mobil sehingga saya bisa diantar sampai di
kos.
baca juga
Terpilih menjadi Peserta SED2018 saat di laut perairan Padaido dan mempersiapkan berkas di Kota Sorong
Tidak tidur
sampai pagi dan langsung ke bandara, dalam hati saya sangat bersukacita karena
ini akan menjadi pengalaman pertama saya mengikuti kegiatan nasional sekaligus
bisa ke Jakarta secara gratis. Sebuah impian yang sudah lama saya gumuli,
akhirnya sayapun naik taksi ke Bandar udara Sentani di Kabupaten Jayapura. 2x
naik taksi dari kos dengan membawa 2 buah ransel, sampai di Bandara langsung
check-in dan menuju ke ruang tunggu, beruntung waktu itu maskapai Lion Air
belum menerapkan tarif bagasi berbayar sehingga 1 ransel bisa saya masukkan ke bagasi.
Ternyata pesawat kami delay, saya pun menunggu di ruang tunggu sambil chat
lewat Whatsapp dengan salah satu peserta School Of Eco Diplomacy lainnya
Jaqueline Onim. Setelah bertemu Jaqueline kami mencoba menghubungi 2 teman
lainnya yang juga berasal dari Jayapura yaitu Ratih Amalia Lestari dan Leni
Tabuni, namun tidak mendapat respon dari mereka. Saat saya dan Jeklin
(panggilan Jaqueline) jalan dari ruang tunggu menuju pesawat, tampak seorang
wanita menenteng tas dan sebuah sleeping bag. Kami pun bertanya dan coba
berkenalan dengannya, ternyata dia adalah Leni Tabuni salah satu teman kami
juga. Kami pun sempat berfoto selfie menggunakan HP milik Leni, sampai di dalam
pesawat tampak seorang ibu berjilbab duduk disamping saya. Ibu itu bertanya
kemana tujuan saya, saya pun menjawab ke Jakarta. Ternyata wanita itu adalah
Ratih teman kami yang saya kira seorang ibu-ibu, kami pun terbang dari bandara
Sentani menuju bandara Sultan Hasanudin, Makassar.
Ketika pesawat hendak landing di Bandara Sultan Hasanudin,
saya sangat takut dengan turbulensi yang kami alami hingga air minum dalam
botol yang saya kantongi dalam noken
(tas rajut Papua) tumpah membasahi celana saya. Kami hanya transit 30 menit di
Makassar lalu melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Kami baru sampai di Jakarta
sekitar jam 3 sore waktu setempat atau sudah jam 5 sore waktu Papua, kami ber-4
selanjutnya berjalan dari terminal 1A Bandara Soekarno-Hatta ke terminal 1B
dimana para peserta lainnya menunggu kami, sebagai seorang pria saya harus rela
mendorong troli yang berisikan tas-tas 3 teman wanita saya meskipun agak berat.
Kami pun menuju teman-teman lainnya yang menunggu kami untuk selanjutnya
dijemput ke penginapan (bersambung)
Luar biasa kaka, sangat termotivasi dengan tulisan Kaka🙏🏼🙏🏼
ReplyDeleteLuar biasa kaka, sangat termotivasi dengan tulisan Kaka🙏🏼🙏🏼
ReplyDelete