Skip to main content

Featured

Cerita Perjalanan: Sorong-Pomako (Bagian 1)

 120 JAM Berlayar Bersama Sabuk Nusantara 75 Rabu sore (28/8) usai berkunjung ke keluarga di pulau Doom, saya lalu mampir untuk makan es pisang ijo di belakang kantor PLN Kota Sorong. Kebetulan yang menjualnya adalah teman lama saya saat bekerja di Tambrauw, namanya Noritha Fentiana Murafer. Usai menyantap 2 porsi es pisang ijo saya langsung pulang ke rumah. Setelah sampai di rumah, saya lalu membereskan barang-barang kedalam 2 ransel "teman hidup" saya. Kemudian makan dan mandi, setelah beres saya lalu berpamitan dan menuju ke pelabuhan menggunakan angkutan umum. Saat sampai di pelabuhan sekitar jam 7.30 malam, ternyata kapal belum masuk. Saya akan berlayar menggunakan KM. Sabuk Nusantara 75 dari Sorong ke Pomako (Mimika). Pelayaran ini memiliki rute Sorong-Yellu- Bula- Geser- Goram- Fakfak- Karas- Kaimana- Lobo- Pomako. Artinya kami akan menyinggahi 8 pemberhentian sebelum sampai ke pelabuhan tujuan saya. Setelah menunggu beberapa saat, tidak lama kemudian kapal pun sandar

GERAKAN MANDIRI KE KAMPUNG



PENDAHULUAN

Mahasiswa merupakan sapaan ataupun sebutan bagi mereka yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, Mahasiswa biasanya identik dengan seorang anak muda yang begitu memiliki semangat yang membara. Memang tidak semua pemuda adalah mahasiswa, tetapi mayoritas mahasiswa adalah pemuda. Mahasiswa dituntut bukan hanya untuk sibuk di dalam ruang kuliah tetapi juga bisa turut ambil bagian bersama masyarakat dalam masa kuliahnya, seperti lewat program kuliah kerja nyata (KKN) ataupun turun jalan membela hak rakyat lewat aksi-aksi demonstrasi secara damai.
Namun, Mahasiswa tidak harus selalu turun ke jalan menyuarakan kepentingan rakyat kepada pemerintah. Mahasiswa juga dituntut untuk bersinergi dengan masyarakat sekitar lewat tindakan-tindakan secara langsung yang menyentuh akar rumput masyarakat tanpa perantara, atau dengan kata lain tanpa memakai penghubung untuk bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini biasa disebut dengan “bekerja bersama rakyat” di kalangan mahasiswa, atau lebih simpelnya “Turun ke Kampung”.
 Masih ada banyak yang terpencil dan termarjinalkan dipelosok membutuhkan uluran tangan langsung para pemuda negeri ini, bukan hanya sekedar menyambungkan suara mereka dari desa-desa ke jalanan kota dengan teriakan lantang. Mahasiswa dituntut tidak hanya riuh bersuara di kota dan larut dalam diksi heroik yang tak berdampak kepada masyarakat akar rumput. Diskusi konsumtif di Café dan di kampus dengan habitus nyinyir tanpa tindakan sejatinya juga adalah bagian dari kleptokrasi. Mahasiswa dan pemuda memang diwajibkan untuk kritis, sayangnya kita intens hanya kritis di dunia maya. Turunlah ke kampung dengan membawa misi leluhur dan penguatan dari sana.
Kampung atau desa adalah bentuk pemerintahan paling kecil dimana mayoritas rakyat Indonesia berasal dari sana, harusnya para pemuda melihat kampung sebagai objek pembangunan kerakyatan. Bukan sekedar kampung yang kuno, karena di kampung tersedia berbagai hal untuk dikelola sesuai dengan kekayaan kampung kita masing-masing. Paradoks “kampung itu tidak penting” adalah narasi yang tercipta karena habitus kita yang terlalu tertuju dengan manuver di kota. Semangat asli kampung sedang dieksploitasi oleh besaran dana dengan beragam kemasan, kemasan yang menawarkan kenikmatan semu karena keserakahan. Kearifan lokal terus tergerus, kampung selalu dipandang sebelah mata. Padahal sejatinya semua sektor harus mengarahkan perhatian dan gerakan ke kampung atau desa.
Sebagai mahasiswa, dimensi intelektualitas harus kita lengkapi dengan dimensi pergerakan yang misioner. Semangat pergerakan pemuda dan mahasiswa, hendaknya adalah semangat keberpihakan yang beraroma rakyatisme yang kiblatnya adalah kampung. Pemuda bukan hanya sekedar bermain narasi di dunia maya tentang kampung, tetapi turun langsung ke kampung bertindang nyata bersama rakyat tanpa mendapat iming-iming jabatan apalagi “isi amplop”. Pergerakan nyata di dunia nyata haruslah secara nyata berdampak, tetapi sebelum ada dampak haruslah ada inisiatif dari masing-masing individu terlebih dahulu. Setelah inisiatif individu maka akan menuju kepada kesadaran dan inisiatif secara kelompok, jika turun ke kampung dilakukan secara kesadaran yang mendalam bagi tentunya akan berdampak nyata tanpa berharap timbal balik. Kebebasan dan kemerdekaan memiliki esensi berbeda, yang satu adalah tujuan dan yang satunya adalah prasyarat. Namun keduanya membutuhkan sentuhan yang bernama GERAKAN bukan ilusi, keduanya akan tercapai jika gerakan seimbang.  Jangan hanya dominan di satu gerakan dan gerakan lainnya minimalis. Bergerak di lapangan jangan disimplifikasi dan digeneralisasi hanya di jalan. Kita pun harus bergerak dari dan ke kampung. Demonstrasi tidak selalu harus diwujudnyatakan melalui pegang toa, kita pun harus memegang pena dan buku. Jika tidak maka kondisi yang tercipta adalah “Bebas tapi tidak merdeka atau merdeka tapi tidak bebas”.


PEMBAHASAN

            Dunia di era saat ini memaksa kita untuk harus bekerja sama serta membangun jejaring antar sesama, kita dituntut untuk tidak hanya sekedar berbicara tetapi bertindak secara langsung. Inilah yang dinamakan dengan melakukan sesuai apa yang dibicarakan, pemuda Indonesia adalah tulang punggung bangsa untuk masa mendatang. Oleh sebab itu pemuda dan mahasiswa haruslah bersinergi bersama rakyat terutama di kampung.
            Ada beberapa hal yang wajib dilakukan oleh pemuda di kampung, antara lain seperti membangun literasi dan perekonomian kerakyatan, menyadarkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya sanitasi, mengajarkan hal-hal yang tidak didapat anak-anak di perkampungan serta menyediakan keperluan masyarakat kampung yang belum dapat dipenuhi pemerintah.
            Ada 2 hal yang penting membedakan untuk diperhatikan bagi pemuda atau mahasiswa yang hendak turun ke kampung. Yang pertama adalah mereka yang merupakan mahasiswa dan pemuda yang memang berasal dari kampung tersebut, kemudian secara kesadaran individu dan kolektif mau kembali membangun kampung atau desanya. Yang kedua adalah mereka yang tidak berasal dari kampung tersebut, biasanya terdiri dari para mahasiswa atau pemuda dari daerah perkotaan ataupun para mahasiswa perantauan yang hendak turun membangun secara mandiri di kampung. Dari dua hal ini ada sedikit perbedaan emosional dimana anak muda yang memang kembali ke kampung asalnya untuk membangun tentunya sudah memahami dan mengetahui karakteristik kampung halamannya, sehingga dengan akan lebih mudah memetakan dan mengelompokkan serta mengatur strategi bagi masyarakat. Serta sudah ada saling mengenal antar masyarakat dan pemuda tersebut sehingga sulit untuk mendapatkan kecurigaan.
            Sedangkan bagi mereka yang ingin berkontribusi dengan turun ke kampung, namun tidak berasal dari kampung tersebut akan sedikit memiliki kendala seperti belum adanya kesepahaman dan belum adanya ikatan emosional antar pemuda dan masyarakat di kampung tersebut. Namun hal ini akan cepat teratasi bilamana memang para pemuda turun ke kampung dengan hati yang murni untuk membantu masyarakat, tentu saja masyarakat akan senang hati menerima bantuan dari para pemuda bangsa ini yang turun ke kampung. Bukan saja menerima tetapi juga akan sangat bangga karena para generasi penerus bangsa ini mau terlibat bersama masyarakat di kampung yang jauh dari perkotaan, apalagi di daerah pelosok dan terpencil yang bahkan terkadang pemerintahpun jarang menyentuh langsung pelayanan kepada masyarakat disana. Namun dengan hadirnya pemuda ini akan membuat rakyat di kampung-kampung terpencil seperti mendapatkan secerca harapan bahwa anak muda bangsa ini juga peduli, bukan hanya peduli dengan kata-kata tetapi juga dengan tindakan.
            Anak-anak kecil usia sekolah dasar di kampung-kampung terpencil biasanya memiliki satu kesulitan yang hampir sama. Yakni, kekurangan tenaga mengajar. Jika saja para pemuda atau mahasiswa ketika libur kuliah tiba langsung ke kampung tersebut untuk membantu sebagai tenaga pengajar, pastilah permasalahan ini akan sedikit teratasi walau belum menjadi jalan keluar. Namun, dengan inisiatif seperti itu tentu saja aka nada sensasi tersendiri bagi para pemuda. Sehingga ketika mereka tiba di kota lalu turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi membela hak-hak rakyat, tentu saja mereka akan berbicara berdasarkan realita yang pernah mereka alami secara langsung di perkampungan yang didatangi mereka sendiri.
            Pemuda akan lebih kuat ketika terjadi inisiatif kolektif antar individu menjadi sebuah kelompok, karena dengan hadirnya inisiatif seperti itu akan membuat pergerakan ke masyarakat di kampung menjadi intens dan mempunyai keberlanjutan. Sehingga tidak hanya sekedar “panas-panas tai ayam” tetapi menjadi suatu keharusan bagi para mahasiswa di perkotaan untuk selalu turun ke kampung bersama masyarakat.
            Selalu ada pertanyaan bagi seorang mahasiswa yang baru mau pertama kali turun ke kampus, apa yang harus saya berikan? Atau apa saya berguna dikampung? Terkadang pertanyaan-pertanyaan ini hadir karena kita belum merasakan sensasinya ketika kita berada di kampung bersama masyarakat. Apapun yang bisa kita berikan itulah yang kita berikan, bukan hanya saja soal dana dan tenaga tetapi juga kreatifitas apa yang bisa kita bagikan kepada sesama itulah yang kita bagikan kepada mereka. Kampung selalu memiliki cerita bagi mereka yang datang untuk berkontribusi dan mengabdi untuk masyarakat, sehingga jangan sungkan untuk turun ke kampung bergerak secara mandiri bersama-sama pemuda lainnya.
Tentunya setiap kampung memiliki ciri khas yang berbeda-beda sesuai dengan letak geografisnya masing-masing, Indonesia dengan kekayaan serta memiliki banyak kampung atau desa tentu saja juga memiliki jutaan pemuda dan mahasiswa tangguh yang siap berperan serta berkontribusi bagi kampung-kampung menuju Indonesia yang jaya.
Namun, apakah kita yakin pemuda di generasi saat ini memiliki kepekaan sosial untuk turun ke kampung? Atau jangan-jangan banyak yang hanya kuliah dengan menjadikan IPK (Index Prestasi Kumulatif) dan cepat lulus (maksimal 4 tahun) sebagai target tanpa mau bersentuhan dengan kerja-kerja sosial selama masa kuliahnya. Hal ini bisa menjadi penyakit sosial yang berbahaya ketika anak muda di bangsa ini tidak lagi memiliki jiwa sosial turun bersama rakyat. Padahal rakyat selalu bahkan sangat membutuhkan uluran tangan tindakan nyata dari para pemuda, pemuda di Pulau sumatera, jawa, Kalimantan, Sulawesi hingga Papua tentu saja selalu tersedia Sumber daya manusianya. Tinggal bagaimana para pemuda dan mahasiswa menginisiatifkan dan menjalankan komunitas-komunitas untuk melaksanakan gerakan mandiri ke kampung-kampung.


KESIMPULAN

            Ada banyak hal yang bisa kita berikan bagi masyarakat sesuai dengan talenta dan kemampuan kita masing-masing, ada banyak hal yang dapat dikembangkan dan dilakukan pemuda di kampung. Bukan hanya sekedar ke kampung atau desa untuk berlibur saja, tetapi juga berkontribusi bagi masyarakat sekitar kampung atau desa. Beberapa pemuda saja sudah cukup menggoncangkan Nusantara dengan kembali ke kampung dan membangun kampung mereka menjadi destinasi-destinasi wisata saat ini, atau beberapa pemuda yang menjadikan kampung mereka sebagai tempat belajar. Kampung selalu membutuhkan pemuda-pemuda untuk berkarya, pemuda jangan hanya mau tinggal di kota tetapi turunlah ke desa dan kampung yang terpencil dan terpelosok untuk menemukan apa yang sebenarnya dirasakan masyarakat di kampung-kampung. Mahasiswa tidak boleh hanya sibuk diskusi sampai larut malam, tetapi wajib dituntut untuk turun ke masyarakat di kampung bekerja bersama-sama sampai larut dalam sensasi kerakyatannya. Gerakan mandiri ke kampung atau desa menawarkan individu-individu pemuda khususnya mahasiswa didaerah perkotaan untuk berani keluar dari zona nyaman untuk turun ke kampung atau desa memberikan apa yang bisa diberikan bagi sesama, hal ini butuh kesadaran mendalam bagi siapapun yang ingin terlibat karena bukan sekedar mengejar nilai mata kuliah, atau sekedar menghabiskan waktu luang, atau sekedar berjalan-jalan menikmati alam. Tetapi ada yang lebih penting dari itu! Yakni, berbakti bagi negeri lewat kampung. Karena kampung dan desa selalu menjadi tulang punggung penopang kehidupan bangsa kita Indonesia.
            Anak muda ayo ke kampung, jangan pernah malu ke kampung karena orang tua dan leluhur kita pasti berasal dari kampung. Kampung menanti kita untuk berkarya dan berkontribusi bagi Indonesia.

Comments

  1. Sangat menginspirasi sekali , memang seharusnnya pemuda itu tidak diam di kota dia harus menoleh ke plosok desa yang terpencil betapa miskinnya ilmu pengetahuan disana, semoga hati para pemuda terketuk hatinya.
    Siapa Kita? Indonesia.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts