Papua merupakan
benteng terakhir hutan Indonesia, menurut data Provinsi Papua pada Januari 2018
menyebutkan bahwa luas hutan Papua sekitar 8.621.799,707 Ha yang terdiri dari
hutan lahan kering primer sebesar 16.034.266,437 Ha, hutan rawa primer seluas
4.940.145,353 Ha dan daerah rawa seluas 7.647.387,917 Ha. Hutan atau alam bagi
masyarakat Papua sejak dahulu merupakan sumber kehidupan sehari-hari.
Hutan yang sudah
menjadi sumber kehidupan masyarakat Papua ini memang merupakan tempat
masyarakat mendapatkan makanan dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan-hewan yang
hidup dihutan. Selain memenuhi pangan, juga memenuhi sandang masyarakat Papua
dimana hampir sebagian besar pakaian adat masyarakat Papua berasal dari hutan.
Tidak hanya sandang dan pangan tapi juga Papan, orang Papua sejak dahulu kala
telah mengambil bahan pembuatan tempat tinggal atau rumah dari hutan atau alam,
itu terlihat dari rumah-rumah adat masyarakat Papua dari Sorong sampai Merauke
semuanya menggunakan bahan dari hutan.
Hutan Papua yang
luas bagaikan menjadi primadona sekaligus benteng tangguh yang susah
ditaklukan, sepanjang mata memandang pasti hijau-hijau yang ada terlihat.
Cerita turun-temurun di masyarakatpun banyak yang menganggap hutan sebagai
sesuatu yang sangat istimewah bahkan sakral, sebagai contoh ada daerah-daerah
yang dianggap sebagai hutan keramat atau mitos-mitos ada penunggunya. Ini
menandakan bahwa sejak jaman dahulu hingga saat ini hutan dan masyarakat Papua
saling bergantung antara satu sama lainnya. Namun sayang, kini cerita-cerita
tentang hutan yang indah atau hijau mulai terkikis.
Akhir-akhir ini
sering terdengar kampanye lindungi hutan adat, atau ada juga stop deforestasi
di Papua! Sebenarnya apa itu Deforestasi? Namun sebelum membahas Deforestasi
kita tengong sejenak tentang hutan sagu di Papua. Pernah makan Papeda? Ya,
makanan yang biasa dihidangkan bersama ikan kuah ini begitu nikmat dan
merupakan makanan pokok bagi masyarakat Papua di kawasan pesisir dan dataran
rendah Papua. Namun tahukah anda bahwa hutan sagu mulai berkurang di Papua oleh
semakin banyaknya pembangunan yang harus mengorbankan habitat tempat pohon sagu
tumbuh, nah Deforestasi sendiri adalah proses penghilangan
hutan alam dengan cara penebangan untuk diambil kayunya atau mengubah
peruntukan lahan hutan menjadi non-hutan. Bisa juga disebabkan oleh kebakaran
hutan baik yang disengaja atau terjadi secara alami ( menurut jurnalbumi.com).
Yang paling Nampak di Papua adalah pengalihan alih fungsi hutan
dari hutan alami menjadi perkebunan kelapa sawit, biasanya
perusahaan-perusahaan kelapa sawit menebang pohon-pohon di hutan lalu kayunya
dijual dan setelah itu lahan yang sudah menjadi tanah kosong dijadikan
perkebunan kelapa sawit. Padahal justru sisi negatif dari kelapa sawit lebih
berbahaya Pembukaan lahan secara besar-besaran untuk perkebunan Sawit,
menjadi penyebab kurangnya pepohonan besar akibat pembukaan lahan menyebabkan
habitat ekosistem hutan terancam punah, tanah kekurangan unsur hara (Kalium,
Sulfur, Kalsium, Magnesium, Besi, Boron, Tembaga, Mangan, dan unsur lainnya),
pembukaan lahan melalui pembakaran menjadi sumber asap luar biasa yang
mempengaruhi kesehatan manusia bahkan terjadi berbagai masalah lainnya. Selain
itu, Kelapa Sawit merupakan tumbuhan monokotil, berakar serabut, menyerap air
tidak seoptimal tumbuhan dikotil. Artinya tumbuhan Kelapa Sawit tidak mampu
menyimpan air sehingga bila terjadi hujan, penyebab banjir dan longsor.
Selain itu penebangan pohon di hutan tanpa
dilakukan reboisasi (penanaman kembali) juga sangat berbahaya, apalagi jika itu
adalah penebangan liar (illegal loging). Atau juga pembakaran lahan untuk
dijadikan kebun oleh masyarakat karena dengan membakar lahan lebih mudah dan
cepat untuk dibuatkan kebun. Pemahaman-pemahaman inilah yang nantinya membuat
hutan kita menjadi KRIBO (Kering Botak) atau gundul tanpa ada lagi
hijau-hijaunya.
Ini menjadi
tanggung jawab siapa? Ini harus menjadi tanggung jawab kita semua untuk peduli
terhadap hutan dan terus mengedukasi pentingnya hutan bagi sesame kita dimana
saja khususnya di Papua agar hutan kita tetap HITAM (Hijau Tampak Manis).
“Kita tidak akan
memiliki masyarakat bila kita merusak lingkungan.” (Margaret Mead-Antropolog
dari Amerika)
catatan: singkatan KRIBO HITAM diambil dari BENTARA PAPUA
Luar biasa
ReplyDelete