Setiap tanggal 1 Mei diseluruh
penjuru dunia memperingatinya sebagai Hari Buruh Internasional, tetapi di ujung
timur Nusantara tepatnya tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) selalu
memperingati 2 peringatan dalam 1 kejadian yang sama. Kejadian apakah itu? Kejadian
itu adalah “bersamanya” Papua dan NKRI, menurut pandangan Pemerintah Republik
Indonesia hal itu merupakan integrasi Papua ke NKRI. Sedangkan bagi mayoritas
orang asli Papua dan nasionalis Papua menganggapnya sebagai peringatan Aneksasi
Indonesia atas tanah Papua.
Menurut KBBI arti kata integrasi
adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat. Begitu juga
pengertian kata integrasi wilayah adalah pembentukan wewenang kekuasaan
nasional pusat atas unit-unit atau wilayah politik yang lebih kecil yang
mungkin beranggotakan kelompok budaya atau sosial tertentu. Sedangkan arti kata
Aneksasi menurut KBBI adalah pengambilan dengan paksa tanah (wilayah) orang
(negara) lain untuk disatukan dengan tanah (negara) sendiri; penyerobotan; pencaplokan.
Hal ini tepatnya terjadi pada 1
Mei 1963 saat saat badan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority)
menyerahkan Papua bagian Barat kepada Indonesia, sebelumnya pada 1 Oktober 1962
pemerintah Belanda menyerahkan Wilayah Papua ke PBB hasil dari Perjanjian New
York (New York Agreement) pada 15 Agustus 1962.
Sejak 1 Mei 1963 bendera merah
putih berkibar berdampingan dengan bendera UNTEA (PBB) di Kota Baru, Irian Barat
(Kota Baru sebelumnya bernama Hollandia dan kini bernama Jayapura). Tiga hari kemudian tepatnya 4 Mei 1963
Presiden Ir.Soekarno berkunjung ke Kota Baru dan berpidato.
sumber foto: Arsip Kemenlu
foto saat Bendera merah Putih dikibarkan berdampingan dengan bendera UNTEA 1 Mei 1963
Lantas, kenapa sampai bisa
disebut hari Aneksasi? Jika ditarik kebelakang tepatnya pada 1 Desember 1961,
Papua sudah menyiapkan kemerdekaannya menjadi Negara sendiri dengan segala
kelengkapannya. Namun 18 hari kemudian pada 19 Desember 1961 Presiden Ir.
Soekarno di alun-alun utara Yogyakarta berpidato untuk merebut Irian Barat,
atau yang lebih dikenal dengan Pidato Trikora. Ditambah dengan perjanjian New
York yang tanpa perwakilan orang Papua membuat orang Papua merasa diri dan
alamnya dirampas secara sewenang-wenang oleh bangsa lain.
PEPERA (Penentuan Pendapat
Rakyat) pada tahun 1969 juga dirasakan sebagai proses yang penuh manipulasi dan
intimidasi oleh sebagian orang Papua, hal ini dikarenakan hanya memakai sistem
keterwakilan bukan “satu orang satu suara”.
Sampai saat ini setiap tanggal 1
Mei selalu diperingati sebagai hari integrasi dan aneksasi di Papua, tentunya
hal ini akan terus berlanjut jika tidak ditemukan solusi konkret. Meskipun dalam
pelajaran sejarah di kurikulum sekolah juga mengajarkan bahwa 1 Mei sebagai
hari integrasi dengan betapa heroiknya pasukan Indonesia dalam membebaskan
Irian Barat (kini Papua) pada masa itu, namun semua itu bisa dibilang berbalik
180 derajat jika anak-anak Papua mendengar cerita dari para orang tua mereka
yang hidup di masa-masa itu.
Entah mana yang benar? Buku pelajaran
sejarah atau cerita langsung dari orang-orang Papua yang menjadi saksi sejarah
tersebut. tentunya kita semua menginginkan solusi yang bermartabat dan damai
untuk masa depan Papua, agar konflik tidak terus terjadi dan darah tidak selalu
tertumpah di tanah cenderawasih. Pelurusan sejarah Papua sangat dibutuhkan saat
ini, agar tidak selamanya Papua bagaikan “duri dalam daging” bagi Indonesia
Aneksasi dan Integrasi tergantung
sudut pandang masing-masing orang dalam melihat peristiwa sejarah Irian Barat
(Papua) dan Indonesia, namun jangan sampai membuat konflik terus tumbuh subur. Sikap
Bijak dan dewasa dari berbagai pihak dibutuhkan saat ini, jika tidak maka
slogan “NKRI Harga Mati” dan “Papua Merdeka Harga Mati” akan memuluskan konflik
dan pertumpahan darah di tanah Papua.
Comments
Post a Comment