Kalau aku boleh memilih untuk berjuang, mungkin saat ini aku ingin
tinggal bersama kalian. Melewati jalanan yang padat lalu lintas, dengan
iring-iringan spanduk yang panjang, kalian ketuk nurani para penguasa.
Kaum yang berbaju megah, berkendaraan bagus dan punya mobil mengkilap.
Kalian pertaruhkan segalanya, kesempatan untuk hidup senang, kemapanan
pekerjaan, dan sekolah yang kini kian mahal. Buang segala teori sosial
yang ternyata tak bisa membaca kenyataan. Keluar kalian dari
training-training yang pada akhirnya tidak membuat kita paham dan mau
membela orang miskin. Kupilih tinggal serta berjuang di hutan karena di
sana aku kembali mendengar rintih dan suara orang yang hidupnya
menderita.
Andaikan aku masih diberi kesempatan untuk kembali ke
negerimu pastilah aku enggan untuk duduk di kursi. Akan aku habiskan
waktuku untuk mengelilingi kotamu yang padat dengan orang miskin. Akan
kusapa setiap anak lapar yang menjinjing bekas botol minuman untuk
mendapat uang receh. Akan aku datangi para nelayan yang kini lautnya
dipenuhi oleh pipa-pipa gas perusahaan asing. Akan kubantu para buruh
bangunan yang menghabiskan waktunya untuk memanggul alat-alat berat. Dan
akan kutemani para buruh pabrik yang masih saja diancam oleh PHK. Tentu
aku akan mendatangimu anak muda, yang resah dengan kenaikan BBM atau
proyek pendidikan yang kian hari kian mahal. Kurasa aku tidak bisa
istirahat jika tinggal di negerimu.
Kalau aku boleh memilih untuk
melawan, mungkin sekarang ini aku akan duduk bersama kalian. Aku akan
bilang kalau perjuangan bukan saja melalui tulisan, puisi, buku, apalagi
setajuk proposal! Perjuangan butuh keringat, pekikan suara, dan
dentuman kata-kata. Kita bukan melawan seekor siput tapi buaya yang akan
menerkam jika kita lengah. Hutan rimba mengajariku untuk tidak mudah
percaya pada mulut-mulut manis. Hutan rimba mendidikku untuk tidak
terlalu yakin dengan janji. Aku sudah hapal mana tabiat srigala dan mana
watak kelinci. Kalau kau baca tulisanku, mustinya kau bisa meyakini,
kalau kekuasaan hanya bisa bertahan selama kita mematuhinnya. Kekuasaan
bisa bertahan selama mereka mampu menebar ketakutan. Dan aku sejak dulu
dididik untuk selalu sangsi dan curiga pada penguasa!
Kalau aku
bisa memilih, mungkin sekarang aku ingin berjalan dengan kalian.
Menonton orang-orang pandai berdebat di muka televisi atau aktivis yang
melacurkan keyakinannya. Ngeri aku menyaksikan orang-orang pandai yang
berbohong dengan ilmunya. Sederet angka dibuat untuk membuat orang
percaya bahwa si miskin makin hari makin berkurang. Menonton aktivis
senior yang kini juga berebut untuk duduk jadi penguasa. Katanya: di
dalam kekuasaan tidak ada suara rakyat maka kita mengisinya. Aku bilang,
itulah para pembual yang yakin jika perubahan bisa muncul karena kita
duduk di belakang meja. Demokrasi acapkali berangkat dari dalil yang
naif seperti itu. Aku sayangnya tak lagi bisa memilih, untuk berdiri dan
berbincang dengan kalian semua.
Anak muda, aku telah tuliskan
puluhan karya untuk menemanimu. Dibungkus dengan sampul wajahku, yang
tampak belia dan mungkin tampan, aku tuangkan pesan kepada kalian.
Keberanian yang membuat kalian akan tahan dalam situasi apapun! Hutan
melatihku untuk percaya kalau kemapanan, kenikmatan badaniah, apalagi
kekayaan hanya menjadi racun bagi tubuh kita. Kemapanan membuat otakmu
makin lama makin bebal. Kau hanya mampu mengunyah teori untuk
disemburkan lagi. Kemapanan membuat hidupmu seperti seekor ular yang
hanya mampu berjalan merayap. Kekayaan akan membuat tubuhmu seperti
sebatang bangkai. Hutan melatihku untuk menggunakan badanku secara
penuh. Kakiku untuk lari kencang bila musuh datang dan tanganku untuk
mengayun pukulan jika aku diserang. Anak muda, nyali sama harganya
dengan nyawa. Jika itu hilang, niscaya tak ada gunanya kau hidup!
Keberanian itu seperti sikap keberimanan. Jika kau peroleh keberanian
maka kau memiliki harga diri. Sikap bermartabat yang membuatmu tidak
mudah untuk dibujuk. Hutan membuatku selalu awas dengan ketenangan,
kedamaian, dan cicit suara burung. Hutan melatihku untuk sensitif pada
suara apa saja. Jangan mudah kau terpikat oleh kedudukan, pengaruh, dan
ketenaran. Kedudukan yang tinggi akan membuatmu seperti manusia yang
diatur oleh mesin. Kutinggalkan jabatan menteri karena hidupku menjadi
lebih terbatas dan ruang sosialku dipenuhi oleh manusia budak, yang
bergerak kalau disuruh. Apalagi ketenaran hanya akan mendorongmu untuk
selalu ingin menyenangkan semua orang, membuat lumpuh energi
perlawananmu. Ingat, racun segala perubahan ketika dirimu merasa nyaman.
Rasa nyaman yang kini kusaksikan di sekelilingmu. Anak-anak muda yang
puas menjadi pekerja upahan sambil menyita tanah sesamanya. Ada anak
muda yang duduk di parlemen malah minta tambahan gaji! Anak muda yang
lain dengan tenaganya menyumbangkan diri untuk menjadi preman bagi
kekuasaan bandit. Bahkan pendidikan hukum mereka gunakan untuk membela
kaum pengusaha ketimbang orang miskin. Anak-anak muda yang banyak lagak
ini memang tidak bisa dibinasakan. Mereka hidup karena ada kemiskinan,
keculasan kekuasaan, dan lindungan proyek lembaga donor. Aku enggan
untuk berjumpa dengan anak muda yang hanya mengandalkan titel,
keperkasaan, dan kelincahan berdebat. Aku ragu apakah mereka mampu serta
sanggup untuk melawan arus.
Arus itulah yang kini menenggelamkan
nyali kita semua. Murah sekali harga seorang aktivis yang dulu lantang
melawan, tapi kini duduk empuk jadi penguasa. Murah sekali harga
idealisme seorang ilmuwan yang mau menyajikan data bohong tentang
kemiskinan. Murah sekali harga seorang penyair yang mau rame-rame
mendukung pencabutan subsidi. Aku gusar memandang negerimu, yang tidak
lagi punya ksatria pemberani. Seorang kstaria yang mau hidup dalam
kesunyian dan dengan gagah meneriakkan perlawanan. Tulisan adalah
senjata sekaligus bujukan yang bisa menghanyutkan kesadaran perlawanan.
Kau harus berani mempertahankan nyalimu untuk selalu bertanya pada
kemapanan, kelaziman, dan segala bentuk pidato yang disuarakan oleh para
penguasa.
Yang kauhadapi sekarang ini adalah sistem yang
kuncinya tidak terletak pada satu orang. Kau berhadapan dengan dunia
pendidikan yang menghasilkan ilmu tentang bagaimana jadi budak yang
baik. Kau kini bergulat dengan teman-temanmu sendiri yang bosan hidup
berjuang tanpa uang. Kau sebal dengan parlemen yang dulu ikut kau pilih,
tetapi kini tambah membuat kebijakan yang menyudutkan rakyat. Kau
perlahan-lahan jadi orang yang hanya mampu melampiaskan kemarahan tanpa
mampu untuk merubah. Kau kemudian percaya kalau pemecahannya adalah
melalui mekanisme, partisipasi, dan dukungan logisistik yang mencukupi.
Kau diam-diam tak lagi percaya dengan revolusi. Kau yakin perubahan bisa
berjalan kalau dijalankan dengan berangsur-angsur dan membuat jaringan.
Gerakanmu lama-lama mirip dengan bisnis MLM.
Saudaraku yang
baik! Hukum perubahan sosial sejak dulu tidak berubah. Kau perlu
dedikasikan hidupmu untuk kata yang hingga kini seperti mantera: lawan!
Lawanlah dirimu sendiri yang mudah sekali percaya pada teori perubahan
sosial yang hanya cocok untuk didiskusikan ketimbang dikerjakan.
Lawanlah pikiranmu yang kini disibukkan oleh riset dan penelitian yang
sepele. Kemiskinan tak usah lagi dicari penyebabnya tapi cari sistem apa
yang harus bertanggung jawab. Ajak pikiranmu untuk membaca kembali apa
yang dulu kukerjakan dan apa yang sekarang dikerjakan oleh gerakan
sosial di berbagai belahan dunia. Gabungkan dirimu bukan dengan LSM,
tapi bersama-sama orang miskin untuk bekerja membuat sistem produksi.
Tak ada yang bermartabat dari seorang anak muda, kecuali dua hal:
bekerja untuk melawan penindasan dan melatih dirinya untuk selalu
melawan Kemapanan
Mantap bung.
ReplyDeleteAsli
ReplyDelete