Skip to main content

Featured

Cerita Perjalanan: Sorong-Pomako (Bagian 1)

 120 JAM Berlayar Bersama Sabuk Nusantara 75 Rabu sore (28/8) usai berkunjung ke keluarga di pulau Doom, saya lalu mampir untuk makan es pisang ijo di belakang kantor PLN Kota Sorong. Kebetulan yang menjualnya adalah teman lama saya saat bekerja di Tambrauw, namanya Noritha Fentiana Murafer. Usai menyantap 2 porsi es pisang ijo saya langsung pulang ke rumah. Setelah sampai di rumah, saya lalu membereskan barang-barang kedalam 2 ransel "teman hidup" saya. Kemudian makan dan mandi, setelah beres saya lalu berpamitan dan menuju ke pelabuhan menggunakan angkutan umum. Saat sampai di pelabuhan sekitar jam 7.30 malam, ternyata kapal belum masuk. Saya akan berlayar menggunakan KM. Sabuk Nusantara 75 dari Sorong ke Pomako (Mimika). Pelayaran ini memiliki rute Sorong-Yellu- Bula- Geser- Goram- Fakfak- Karas- Kaimana- Lobo- Pomako. Artinya kami akan menyinggahi 8 pemberhentian sebelum sampai ke pelabuhan tujuan saya. Setelah menunggu beberapa saat, tidak lama kemudian kapal pun sandar

DISKRIMINASI TERHADAP ODHA MERUPAKAN PELANGGARAN HAM




Nimbrod adalah seorang pria soleh asal serui yang merantau ke Jayapura untuk berkuliah di salah satu perguruan tinggi, dirinya memiliki keluarga yang taat beribadah karena kedua orangtuanya adalah pendeta. dirinya selalu memiliki semangat yang cukup tinggi untuk selalu beraktivitas, tetapi dalam kesehariannya dia sering mendapatkan pelayanan dan sikap yang kurang positif dari lingkungan sekitarnya.

Seringkali ketika mau antri mandi di asrama banyak teman-temannya yang tidak mau antri bersama Nimbrod, ketika duduk di dalam ruang kelas juga ada juga teman kuliahnya yang tidak mau duduk berdampingan dengan dirinya. Bahkan saat pembagian kelompok juga banyak yang menolak untuk Nimbrod masuk kedalam kelompok mereka.

Ternyata mereka tidak mau berdekatan dengan Nimbrod ini karena dia adalah seorang Pengidap positif HIV-AIDS. Nimbrod tertular HIV saat dirinya pertama kali datang ke Jayapura dan

seringkali berhubungan badan dengan pacarnya (kini menjadi mantan) yang merupakan kaka tingkatnya. Nimbrod pertama kali mengetahui dia positif HIV-AIDS saat ada pemeriksaan VCT(Voluntary Counseling Test) di rumah sakit Dian Harapan.

Nimbrod merupakan mahasiswa potensial yang juga adalah seorang ODHA (Orang dengan Hiv-Aids) yang selalu mendapat diskriminasi dari lingkungan di sekitar tempatnya beraktivitas seperti asrama dan kampus dan masih banyak lagi ODHA lainnya yang pasti memiliki nasib hampir mirip dengan Nimbrod.

Akhir-akhir ini banyak sekali terjadi diskriminasi serta terdapat stigma-stigma negatif dari masyarakat umum kepada para ODHA. Hal ini bisa terlihat mulai dari sekitaran keluarga, tetangga,  masyarakat kampung, sekolah, dan bahkan ada juga di rumah ibadah bahkan para pembuat kebijakan (pemerintah). Dari beberapa tempat ini utamanya keluarga ada tempat dimana saling melindungi, menjaga dan memelihara. Tetapi yang terjadi justru ketika ada seseorang anggota keluarga di dalam rumah tangga tersebut yang positif terjangkit HIV/AIDS maka ada banyak anggota keluarga lain yang akan mengucilkan si ODHA tadi. Lebih parahnya lagi yang terjadi di rumah ibadah, semua warga negara memiliki hak untuk beribadah kepada Tuhannya sesuai dengan keyakinan yang dia anut(kecuali atheis). Akan tetapi lagi-lagi masih sering kita jumpai diskriminasi diantara sesama jemaat saat mereka beribadah di dalam rumah ibadah, ini merupakan tindakan yang tidak manusiawi! kenapa saya bilang begitu? Karena tidak ada satupun manusia di atas muka bumi ini yang suci dan tak bernoda di hadapan sang pencipta.

Diskriminasi ini terjadi disebabkan oleh 3 hal utama:
1.       Kurang tersalurkannya informasi yang baik & benar, hal ini sangat berperan penting dalam membentuk pemahaman masyarakat luas terutama kaum yang masih awam dengan HIV/AIDS agar tidak terjadi disinformasi yang mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan stigma-stigma negatif terhadap ODHA.

2.       Informasi yang masih menakuti-nakuti, di dalam keluarga akibat dari kurang tersalurkannya informasi yang baik dan benar maka akan menimbulkan salah tafsir dan salah informasi bahkan informasin yang menakuti-nakuti yang sebenarnya tidak benar. Kita sudah sering mendapatkan dari media sosial atau cerita dari teman-teman tentang buah-buahan yang katanya disuntik isinya dan dijual buahnya yang apabila kita mengkonsumsi buah tersebut maka kita akan tertular HIV/AIDS. Ada lagi jika kita bermain, makan, dan beraktivitas bersama dengan Pengidap juga dapat membuat kita tertular. Kedua hal ini merupakan informasi menakuti-nakuti yang tidak benar namun sudah sering beredar di kalangan masyarakat umum.

3.       HIV/AIDS masih belum dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini masih dianggap sebagai sesuatu yang tidak layak untuk dibicarakan terutama dari dinasti terkecil yaitu keluarga. Masih sangat sulit untuk dibicarakan bahkan jika ada seorang kenalan kita yang melakukan pemeriksaan HIV/AIDS untuk mengetahui statusnya apakah positif terjangkit atau tidak sangat sering sekali menjadi bahan bicaraan atau gosipan hingga menjadi trending topic

Terjadinya Diskriminasi terhadap ODHA ini bisa terjadi kapan saja dan dimana saja tanpa melihat ruang dan waktu, bukan hanya di kota-kota besar di Papua namun juga di kota-kota kecil. Diskriminasi ini sebenarnya dapat membuat mereka down bahkan hingga bunuh diri dan mati sia-sia. Siapa pelakunya? Secara tidak langsung kita adalah pelaku kematian mereka.

Kita sering mendengar kalimat “Jangan sampai suatu hari nanti hanya ada kisah bahwa pulau Papua pernah hidup manusia kulit hitam keriting rambut” pada tahun 2017 Kompasiana mengeluarkan berita berjudul “ 28:771 Orang terinfeksi HIV: Provinsi Papua Darurat HIV-AIDS” berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua sampai juli 2017.

Nimbrod adalah salah satu ODHA yang sering mendapat diskriminasi berarti masih ada puluhan ribu ODHA lainnya di Papua yang juga mendapat diskriminasi sama seperti si Nimbrod, bagaimana jika mayoritas diantara mereka ini mendapatkan diskriminasi dari lingkungan sekitarnya yang membuat mereka depresi,malu dan tidak berani berobat dan mati sia-sia. Itu berarti ada 20 ribuan orang Papua yang mati sia-sia akibat diskriminasidan bisa saja berdampak ke keluarga mereka. Padahal mereka ini memiliki potensi yang sangat besar untuk berprestasi dan sangat berguna bagi Papua kedepan. Mereka memiliki hak untuk hidup yang sama dengan manusia lainnya.

Ketika terjadi diskriminasi terhadap ODHA maka telah terjadi juga pelanggaran Hak Asasi Manusia dimana kita membatasi hak-hak mereka seperti Nimbrod untuk hidup dan beraktivitas seperti kita pada umumnya walaupun sebenarnya mereka juga dapat berpotensi dan berprestasi dengan sangat baik..

Diskriminasi terhadap Nimbrod dan ODHA lainnya merupakan sesuatu yang sangat tidak bijak dan tidak manusiawi. Ketika kita peduli dan mengurangi bahkan menghilangkan Diskriminasi terhadap ODHA maka Papua memiliki banyak sumberdaya manusia yang sangat berguna, sebaliknya apabila tetap masih ada diskriminasi terhadap ODHA maka Papua bisa kehilangan banyak jiwa-jiwa potensial seperti Nimbrod yang sebenarnya dapat berguna untuk kemajuan Papua kedepan.

Apabila masih terjadi diskriminasi dan stigma-stigma miring terhadap ODHA maka sila ke-2 dan 5 dalam PANCASILA sebaiknya dihapuskan saja, Karena sudah tidak sesuai dengan “kemanusiaan yang adil dan beradab” serta “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” di Nusantara khususnya di Papua. 



 #LOKAKARYAJURNALISMEWARGA
#INDONESIATANPASTIGMA
#PAPUATANPASTIGMA

Comments

  1. Setuju, mari sosialisasikan penularan Hiv/Aids yg baik kepada masyarakat umum/awam. Supaya tdk menimbulkan salah tafsir dan stigma2 yg mengarah pada pelanggaran HAM..
    #SavePapuanPeople
    #ARR

    ReplyDelete
  2. Keren kak jago, senang membaca.

    ReplyDelete
  3. Setuju sekali

    Izin share kak punya artikel
    Soalnya di keluarga saya (adik dari mama saya) yg juga sakit HIV..
    Saya ingin bagikan artikel ini biar keluarga yang lain bisa baca dan tau kalau ODHA juga punya hak yg dg org yg sehat.
    Makasih
    😊🙏

    ReplyDelete
  4. Gak beradab emang orang-orang yang main diskriminasi. Apalagi yang dituju ODHA. Udah sakit, malah didiskriminasi. Semoga stigma masyarakat tentang ODHA bisa membaik dan menyeluruh ke semua kalangan masyarakat.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts