Nimbrod adalah seorang pria soleh
asal serui yang merantau ke Jayapura untuk berkuliah di salah satu perguruan
tinggi, dirinya memiliki keluarga yang taat beribadah karena kedua orangtuanya
adalah pendeta. dirinya selalu memiliki semangat yang cukup tinggi untuk selalu
beraktivitas, tetapi dalam kesehariannya dia sering mendapatkan pelayanan dan
sikap yang kurang positif dari lingkungan sekitarnya.
Seringkali ketika mau antri mandi
di asrama banyak teman-temannya yang tidak mau antri bersama Nimbrod, ketika
duduk di dalam ruang kelas juga ada juga teman kuliahnya yang tidak mau duduk
berdampingan dengan dirinya. Bahkan saat pembagian kelompok juga banyak yang
menolak untuk Nimbrod masuk kedalam kelompok mereka.
Ternyata mereka tidak mau
berdekatan dengan Nimbrod ini karena dia adalah seorang Pengidap positif HIV-AIDS.
Nimbrod tertular HIV saat dirinya pertama kali datang ke Jayapura dan
seringkali berhubungan badan
dengan pacarnya (kini menjadi mantan) yang merupakan kaka tingkatnya. Nimbrod
pertama kali mengetahui dia positif HIV-AIDS saat ada pemeriksaan VCT(Voluntary
Counseling Test) di rumah sakit Dian Harapan.
Nimbrod merupakan mahasiswa
potensial yang juga adalah seorang ODHA (Orang dengan Hiv-Aids) yang selalu
mendapat diskriminasi dari lingkungan di sekitar tempatnya beraktivitas seperti
asrama dan kampus dan masih banyak lagi ODHA lainnya yang pasti memiliki nasib
hampir mirip dengan Nimbrod.
Akhir-akhir ini banyak sekali
terjadi diskriminasi serta terdapat stigma-stigma negatif dari masyarakat umum
kepada para ODHA. Hal ini bisa terlihat mulai dari sekitaran keluarga,
tetangga, masyarakat kampung, sekolah, dan
bahkan ada juga di rumah ibadah bahkan para pembuat kebijakan (pemerintah).
Dari beberapa tempat ini utamanya keluarga ada tempat dimana saling melindungi,
menjaga dan memelihara. Tetapi yang terjadi justru ketika ada seseorang anggota
keluarga di dalam rumah tangga tersebut yang positif terjangkit HIV/AIDS maka
ada banyak anggota keluarga lain yang akan mengucilkan si ODHA tadi. Lebih
parahnya lagi yang terjadi di rumah ibadah, semua warga negara memiliki hak
untuk beribadah kepada Tuhannya sesuai dengan keyakinan yang dia anut(kecuali
atheis). Akan tetapi lagi-lagi masih sering kita jumpai diskriminasi diantara sesama
jemaat saat mereka beribadah di dalam rumah ibadah, ini merupakan tindakan yang
tidak manusiawi! kenapa saya bilang begitu? Karena tidak ada satupun manusia di
atas muka bumi ini yang suci dan tak bernoda di hadapan sang pencipta.
Diskriminasi ini terjadi
disebabkan oleh 3 hal utama:
1. Kurang
tersalurkannya informasi yang baik & benar, hal ini sangat berperan penting
dalam membentuk pemahaman masyarakat luas terutama kaum yang masih awam dengan
HIV/AIDS agar tidak terjadi disinformasi yang mengakibatkan terjadinya
diskriminasi dan stigma-stigma negatif terhadap ODHA.
2. Informasi
yang masih menakuti-nakuti, di dalam keluarga akibat dari kurang tersalurkannya
informasi yang baik dan benar maka akan menimbulkan salah tafsir dan salah
informasi bahkan informasin yang menakuti-nakuti yang sebenarnya tidak benar.
Kita sudah sering mendapatkan dari media sosial atau cerita dari teman-teman
tentang buah-buahan yang katanya disuntik isinya dan dijual buahnya yang
apabila kita mengkonsumsi buah tersebut maka kita akan tertular HIV/AIDS. Ada
lagi jika kita bermain, makan, dan beraktivitas bersama dengan Pengidap juga
dapat membuat kita tertular. Kedua hal ini merupakan informasi menakuti-nakuti
yang tidak benar namun sudah sering beredar di kalangan masyarakat umum.
3. HIV/AIDS
masih belum dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini masih dianggap
sebagai sesuatu yang tidak layak untuk dibicarakan terutama dari dinasti
terkecil yaitu keluarga. Masih sangat sulit untuk dibicarakan bahkan jika ada
seorang kenalan kita yang melakukan pemeriksaan HIV/AIDS untuk mengetahui
statusnya apakah positif terjangkit atau tidak sangat sering sekali menjadi
bahan bicaraan atau gosipan hingga menjadi trending topic
Terjadinya Diskriminasi terhadap
ODHA ini bisa terjadi kapan saja dan dimana saja tanpa melihat ruang dan waktu,
bukan hanya di kota-kota besar di Papua namun juga di kota-kota kecil.
Diskriminasi ini sebenarnya dapat membuat mereka down bahkan hingga bunuh diri
dan mati sia-sia. Siapa pelakunya? Secara tidak langsung kita adalah pelaku
kematian mereka.
Kita sering mendengar kalimat
“Jangan sampai suatu hari nanti hanya ada kisah bahwa pulau Papua pernah hidup
manusia kulit hitam keriting rambut” pada tahun 2017 Kompasiana mengeluarkan
berita berjudul “ 28:771 Orang terinfeksi HIV: Provinsi Papua Darurat HIV-AIDS”
berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua sampai juli 2017.
Nimbrod adalah salah satu ODHA
yang sering mendapat diskriminasi berarti masih ada puluhan ribu ODHA lainnya
di Papua yang juga mendapat diskriminasi sama seperti si Nimbrod, bagaimana
jika mayoritas diantara mereka ini mendapatkan diskriminasi dari lingkungan
sekitarnya yang membuat mereka depresi,malu dan tidak berani berobat dan mati
sia-sia. Itu berarti ada 20 ribuan orang Papua yang mati sia-sia akibat
diskriminasidan bisa saja berdampak ke keluarga mereka. Padahal mereka ini
memiliki potensi yang sangat besar untuk berprestasi dan sangat berguna bagi
Papua kedepan. Mereka memiliki hak untuk hidup yang sama dengan manusia
lainnya.
Ketika terjadi diskriminasi terhadap
ODHA maka telah terjadi juga pelanggaran Hak Asasi Manusia dimana kita
membatasi hak-hak mereka seperti Nimbrod untuk hidup dan beraktivitas seperti
kita pada umumnya walaupun sebenarnya mereka juga dapat berpotensi dan
berprestasi dengan sangat baik..
Diskriminasi terhadap Nimbrod dan
ODHA lainnya merupakan sesuatu yang sangat tidak bijak dan tidak manusiawi.
Ketika kita peduli dan mengurangi bahkan menghilangkan Diskriminasi terhadap
ODHA maka Papua memiliki banyak sumberdaya manusia yang sangat berguna,
sebaliknya apabila tetap masih ada diskriminasi terhadap ODHA maka Papua bisa
kehilangan banyak jiwa-jiwa potensial seperti Nimbrod yang sebenarnya dapat
berguna untuk kemajuan Papua kedepan.
Apabila masih terjadi
diskriminasi dan stigma-stigma miring terhadap ODHA maka sila ke-2 dan 5 dalam
PANCASILA sebaiknya dihapuskan saja, Karena sudah tidak sesuai dengan “kemanusiaan
yang adil dan beradab” serta “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” di
Nusantara khususnya di Papua.
#LOKAKARYAJURNALISMEWARGA
#INDONESIATANPASTIGMA
#PAPUATANPASTIGMA
Setuju, mari sosialisasikan penularan Hiv/Aids yg baik kepada masyarakat umum/awam. Supaya tdk menimbulkan salah tafsir dan stigma2 yg mengarah pada pelanggaran HAM..
ReplyDelete#SavePapuanPeople
#ARR
Keren kak jago, senang membaca.
ReplyDeleteSetuju sekali
ReplyDeleteIzin share kak punya artikel
Soalnya di keluarga saya (adik dari mama saya) yg juga sakit HIV..
Saya ingin bagikan artikel ini biar keluarga yang lain bisa baca dan tau kalau ODHA juga punya hak yg dg org yg sehat.
Makasih
😊🙏
Gak beradab emang orang-orang yang main diskriminasi. Apalagi yang dituju ODHA. Udah sakit, malah didiskriminasi. Semoga stigma masyarakat tentang ODHA bisa membaik dan menyeluruh ke semua kalangan masyarakat.
ReplyDelete