24 TAHUN OTONOMI KHUSUS 'BERHASIL' DI PAPUA
21 November tahun 2001 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua resmi diundangkan dan ditandatangani oleh Presiden Indonesia saat itu, yaitu Megawati Soekarnoputri. Undang-undang ini hadir setelah Tim 100 berangkat ke Ibukota bertemu Presiden B.J Habibie untuk meminta kemerdekaan bagi Papua, setelah pergantian tampuk kekuasaan ke Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, tim 100 kembali lagi bertemu tetapi 'Kemerdekaan' itu hanya bisa diberikan dengan syarat Papua tetap berada di dalam NKRI.
Kemerdekaan seperti apa yang dimaksud? Kemerdekaan sebagai daerah otonom dengan diberikan keistimewaan khusus menjadi daerah Otonomi Khusus. Dimana dapat membuat kebijakan-kebijakan khusus untuk memproteksi hak-hak dasar orang Papua tanpa harus menjadi negara sendiri. Selain kebijakan, gelontoran Dana dari Pusat juga menjadikan Papua sebagai penerima dana Khusus.
11 hari setelah Dibunuhnya tokoh Dewan Presidium Papua (PDP) yang sangat vokal yakni Dortheys Hiyo Eluay, Negara memberikan Otonomi Khusus bagi Papua. Sebuah upaya untuk meredam dan menggagalkan kemerdekaan Papua. Di dalam UU No 21 Tahun 2001 cukup menjanjikan bagi Orang-orang Papua, dimana dapat membuat Partai Lokal, KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) bagi korban-korban operasi Militer sejak 1960an hingga awal 2000an di Papua. Orang-orang Papua juga dapat menyanyikan lagu "Hai Tanahku Papua" Dan mengibarkan bendera Bintang Kejora sebagai simbol daerah seperti yang diijinkan Gus Dur.
Dengan hadirnya Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (sebelum dipecah-pecahkan menjadi 6) sektor Kesehatan, Pendidikan dan Perekonomian harusnya bisa menjadi hak-hak dasar Orang Asli Papua. Hari ini kita bisa melihat, dari perkotaan hingga perkampungan di pelosok. Ada guru yang mengabdi hanya 1-2 orang persekolah, ataupun gedung sekolah tanpa tenaga pendidik. Waktu penulis masih sekolah, saya sering melihat teman-teman dari sekolah lain memakai sepatu, tas, topi hingga seragam sekolah dengan atribut 'Dana OTSUS'. Ini menjadi bukti bahwa OTSUS telah hadir di dunia pendidikan bagi orang Asli Papua walaupun biaya sekolah (uang SPP atau Komite Sekolah) masih harus dibayar perbulan.
Di sektor kesehatan, Dana OTSUS mengalir cukup kencang. Sebagai contoh pada tahun 2024 RS Yowari Jayapura mendapatkan alokasi dana OTSUS sebesar 2,5 M untuk pengobatan OAP. tapi menjelang penghujung 2025, ada kabar duka yang berawal dari sini. Ini sudah menjadi gambaran bagaimana alokasi dana yang besar tidak serta merta menjadikan kesehatan mudah diperoleh atau diakses di Tanah Papua. Sejak 2021-2025 penulis bertugas di daerah terpencil, nyaris Puskesmas keliling hanya mencapai kampung tempat penulis bertugas 1x sebulan kalau normal dengan membawa obat dan perlengkapan medis yang pas-pasan bahkan kurang.
Sektor perekonomian di Papua, saya jadi mengingat kaya seorang kawan.
"Ekonomi di Papua sudah maju, tapi bukan dimajukan oleh OAP" ucapnya
Dan itu memang benar, Hari-hari ini ada banyak sekolah program pemberdayaan bagi orang Asli Papua untuk peningkatan Ekonominya, tetapi mereka dipaksa untuk bersaing dengan para Migran yang sudah menguasai perekonomian di Papua. Apalagi kalau harus bersaing dengan yang di Backup 'kekuatan tersembunyi'.
Di Papua, orang Papua sudah terstigma bahwa Otonomi Khusus itu adalah UANG. hal ini karena Pemerintah tidak memberikan untuk pemerintah daerah mengambil kebijakan yang memproteksi hak Orang Asli Papua. Jika kita melihat ke Papua selatan, saat Masyarakat adat Malind menolak Program Strategis Nasional (PSN) justru pemerintah pusat semakin gencar tanpa mempedulikan suara masyarakat adat. Bagaimana dengan para elit Papua? Mereka hilang tenggelam dalam ketakutan sanksi partai. Begitu juga yang terjadi di daerah sekitar blok Wabu, Papua Tengah.
Lewat Perubahan UU OTSUS No 2 tahun 2021 tentang perubahan kedua atas UU No 21 tahun 2001 tentang OTSUS bagi Provinsi Papua. Menghasilkan 4 provinsi Baru, Pemerintah pusat telah berhasil memecah-belah orang Papua dengan dalih percepatan pembangunan. Kini Papua sudah memiliki 6 Provinsi (akan segera menyusul menjadi 8). Hak-hak politik hanya ada di DPRK jalur OTSUS, DPR Provinsi jalur OTSUS dan Kursi MRP serta kepala daerah tingkat Provinsi OAP. Aparat keamanan jalur OTSUS dan penerimaan 80/20 %.
Di lain sisi, ada yang rancuh dalam kesempatan tes jalur OTSUS. Sehingga perlu adanya regulasi tentang Identitas kePAPUAan bagi setiap individu di Papua.
1. OAP (Orang Asli Papua, Bapak dan ibunya asli Papua)
2. OPP (Orang Papua Peranakan, ayah Papua dan ibunya dari luar Papua)
3. POP (Peranakan Orang Papua), ayah dari luar dan ibunya Papua.
Di sisi kesehatan juga perlu adanya regulasi khusus, dimana setiap individu yang menyandang identitas diatas bisa dilayani di Fasilitas kesehatan manapun di Tanah Papua (6 Provinsi) secara GRATIS, jaminan kesehatan bagi Orang Asli Papua harusnya tanpa BPJS. Karena dengan adanya kerjasama antar pemerintah Provinsi di Tanah Papua bersama seluruh Fasilitas kesehatan di Tanah Papua sudah bisa menjamin kesehatan bagi orang asli Papua. Kenapa dana OTSUS tidak dapat menjamin kesehatan orang Papua? Malah justru mempersulit dengan alasan administrasi.
Terakhir, kembali ke awal hadirnya OTONOMI KHUSUS di Papua. Yakni untuk menggagalkan Kemerdekaan Papua, dan hal itu berhasil. Sampai saat ini Papua masih tetap bersama NKRI. Tetapi Indonesia masih belum berhasil membendung Aspirasi keinginan orang Papua untuk merdeka, sehingga meskipun sudah ada 6 Provinsi, sudah ada badan percepatan, sudah ada hadiah afirmasi, tetapi konflik bersenjata masih ada dan jalan keluarnya masih dengan pendekatan militeristik.
Lewat Otonomi Khusus, kini OAP vs OAP di medan konflik bersenjata.
Otonomi khusus memang berhasil meredam Hak kemerdekaan Orang Asli Papua, tetapi sampai kapan konflik ini akan terus berlanjut?
Apakah Otonomi Khusus hanya memperpanjang konflik, ataukah mau membuat perdamaian di Tanah Papua lewat solusi selain Otonomi khusus.

Comments
Post a Comment