Skip to main content

Featured

41 Hari (Puisi)

41 HARI Kaimana... Orang mengenalnya sebagai kota senja.. Tapi bagiku, kota penuh sejarah... Dengan beribu kisah Bagaikan uniknya kolam sisir Begitupula eksentriknya tanah air Inilah cinta yang Fitri Sebagai harapan adanya Gentrifikasi Indahnya Namatota bagai Bagaskara... Begitu eloknya Triton nan Baswara Harapan rakyat jelampah Lara muak Sadrah  Sanubariku terus dirundung  Bagaimana harapan temaram Tetapi weharima di kampung-kampung Terus dijaga tanda tak karam Pesona Kiruru menuju Bamana  Terus menerus hadir di isi kepala Kehidupan di Lakahia  Serta Omba Nariki jadi saksi hari bahagia Murano, Lumira dan Nanggaromi terus menanjak Pertanda raga tak sampai puncak Indurasmi menemani malam di Mai-mai Serta Kamaka dengan Swastamita yang permai Tak Lupa kisah Kayu merah penuh toleransi  Genggam erat cinta di kaki gunung Emansiri Inilah kehidupan di tanah Nugini Kisah tentang 41 hari... Adrenalin berpacu di Tanjung Nabima Tentang rasa dan asa Untuk semua orang baik Tu...

TANAH DAMAI YANG BERDARAH

 



"Tanah Damai yang berdarah"


Saat kegelapan menyelimuti tanah Nugini,

ketika moyang kami masih berburu budak.

Hadirlah sebuah misi yang suci, sebagai awal peradaban di negeri tak bertuan.


Jauh dari Barat dengan berlayar, mendatangi negeri di timur yang konon manusianya masih penuh dengan kegelapan, tanpa ragu mereka membuka tirai cahaya terang kasih Allah.


Ottow dan Geissler sebagai pembuka jalan, Van Hasselt Senior dan Junior, FC Kamma serta Izaak Samuel Kijne dan para Zending lainnya yang melanjutkan perjalanan berbagi kabar baik dan mendidik orang Papua sejak tahun 1855 lalu hingga kini sudah mulai nampak hasilnya. 


Pendidikan berpola asrama, pendekatan antropologi hingga pelatihan oleh para Misionaris kepada orang-orang asli Papua begitu teringat sebagai kenangan manis yang sulit untuk dilupakan. 


Slogan Papua tanah Damai begitu bergelora di seluruh penjuru negeri Cenderawasih, namun damai itu rasanya hanya slogan di tanah yang masih bercucuran darah ini.


Nyanyian Seruling Emas yang sempat dilarang beredar hingga Hamba Tuhan yang dibunuh dalam kandang babi menjadi cerita tersendiri di tanah yang penuh emas.


Disamping gedung gereja yang mewah, terdapat bangunan sekolah yang kumuh dan guru yang minim. Masih ada juga saat euforia perayaan injil itu hadir di seantero tanah ini, sekelompok rakyat harus mengungsi dari rumah mereka akibat konflik.


Inilah kisah di tanah Damai yang
berdarah. Dahulu dibuka oleh misionaris dengan injil, namun sayang kini dipenuhi bedil.


Andholyno

Schouten Eilanden, 05-02-2022

Comments

Popular Posts