Search This Blog
hello sahabat ini blog pribadi saya, disini saya mengekspresiken ide.pikiran,gagasan,kritik dan lain sebagainya.. ada juga berita-berita dan tulisan mengenai lirik lagu daerah disini.. selamat membaca andholyno
Featured
- Get link
- X
- Other Apps
SUMBER DAYA ALAM VS HAK ASASI MANUSIA di PAPUA
Papua dan Pelanggaran hak asasi manusia bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, sejak bergabung bersama Indonesia pada tahun 1963 lalu hingga saat ini. Setiap tahun selalu saja ada kasus pelanggaran hak asasi manusia di provinsi ujung timur Indonesia tersebut, kasus yang lama belum diselesaikan tetapi kasus baru terus timbul bagaikan susunan domino tanpa akhir.
Provinsi yang seringkali dijuluki surga kecil jatuh ke bumi ini dihuni oleh berbagai suku bangsa dengar ras Melanesia, selain memiliki suku dan bahasa yang beragam. Ekosistem alamnya juga cukup unik dan beragam, mulai dari kepulauan raja ampat yang indah, hutan yang penuh misteri hingga puncak pegunungan yang ditutupi salju. Tentu saja dengan luas wilayah yang besar dan perbandingan jumlah penduduk asli yang sedikit membuat Papua menjadi daerah primadona untuk menjadi pusat migrasi dari penduduk luar Papua (non orang asli Papua). Diawali dengan masuknya beberapa perusahaan asing pasca integrasi hingga program transmigrasi pada jaman orde baru, sumber daya alam Papua mulai dibabat oleh orang-orang yang sebenarnya bukan pemilik tanah Papua, mereka menjadikan Papua sebagai sumber ekonomi mereka, tetapi manusia Papua dibiarkan tidak berkembang. Hal ini menimbulkan kecemburuan sosial serta rasa ketidakadilan yang besar, orang asli Papua menganggap bahwa alamnya dijarah dan manusianya dijajah.
Perlawanan-perlawanan oleh orang asli Papua kepada kaum migran inipun tidak dapat dihindari, tetapi sebagai pulau yang dijadikan daerah operasi militer membuat perlawanan rakyat Papua guna merebut kembali sumber daya alamnya harus berhadapan dengan senjata api. Tentunya banyak nyawa yang melayang atas nama pembangunan, investasi dan NKRI Harga Mati!
Perlawanan rakyat Papua dan pelanggaran hak asasi manusia tidak hanya terjadi pada masa pasca integrasi, hal itu masih terus berlanjut hingga dekade sekarang. Rezim ganti rezim tampaknya pelanggaran hak asasi manusia di Papua tidak menurun, begitu pula dengan perampasan sumber daya alam. Tahun ke tahun alam perawan Papua mulai diperkosa atas nama investasi, pengerukan pertambangan dan pembabatan hutan dilakukan secara masif.
Gunung dan hutan keramat dihancurkan, hutan yang biasanya menjadi area berburu dan mencari bahan makanan dibabat membuat masyarakat harus bersusah paya mendapatkan sumber kehidupan. Masyarakat Papua yang sejak dahulu kala hidup menyatu dengan alam dipaksa untuk hidup tidak berdampingan dengan alam, masuknya perusahaan-perusahaan membuat banyak konflik yang terjadi di daerah-daerah yang wilayahnya digunakan oleh perusahaan untuk beroperasi. Serta disetiap wilayah perusahaan biasanya digunakan aparat negara sebagai keamanan untuk melindungi kelancaran proses aktifitas perusahaan, akibatnya tidak sedikit kasus konflik antar warga dan perusahaan yang dibantu aparat, warga kerapkali mengalami intimitasi, kriminalisasi, penganiyaan bahkan sampai kepada penghilangan nyawa manusia. Namun kasus-kasus ini jarang disoroti karena berbagai hal, mulai dari kongkalikong antara pemilik perusahaan dan aparat sampai kepada stigma-stigma separatis kepada warga yang berjuang merebut alamnya kembali.
Akibat dari perampasan sumber daya alam yang berujung pada pelanggaran hak asasi manusia di Papua, ini membuat masyarakat Papua akan semakin menganggap bahwa Indonesia tidak memiliki niat baik bagi orang asli Papua. Ekosistem alam yang eksotis membuat Papua menjadi surga sekaligus negara, surrga kecil yang jatuh ke bumi. Sayangnya sampai di bumi justru dijajah hingga terasa seperti menjadi neraka bagi penduduknya, kini sektor pertambangan menjadi momok menggembirakan sekaligus menakutkan di Papua. Begitupula dengan komiditi perkebunan kelapa sawit, hutan yang dulunya memenuhi kebutuhan hidup masyarakat kini beralih menjadi deretan pepohonan sawit. Rata-rata perusahaan sawit dimiliki investor asing, serta lagi-lagi keamanan perusahaan adalah aparat bersenjata milik negara. ketika perusahan swasta menjadi tuan dan rakyat menjadi musuh maka pihak keamanan akan dengan bebas membantai warga, hal ini untuk menjadi terapi mental atau peringatan agar warga tidak melawan perusahaan dalam proses produksi.
Kejadian-kejadian ini sudah menimbulkan sakit hati mendalam bagi orang asli Papua, pelanggaran hak asasi manusia sudah menjadi rutinitas di Papua yang dilakukan aparat dengan dalih kelancaran investasi dan produksi. Padahal jauh sebelum republik Indonesia berdiri, jauh sebelum aparat bersenjata negara ada, jauh sebelum perusahaan-perusahaan lahir. Masyarakat adat sudah hidup bersama dan berdampingan dengan alam, alam menyediakan segalanya bagi masyarakat adat Papua. Kebutuhan sandang, pangan dan papan sejak dahulu kala sudah disediakan alam bagi masyarakat adat di Papua, sehingga ketika sumber daya ala mini dijarah maka perlawanan menjadi sarana efektif.
Konflik demi konflik yang menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia di Papua sudah terjadi, sumber daya alam Papua hari lepas hari dilirik dan dijarah. Tetapi penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia akibat konflik sumber daya alam hanya jalan ditempat, masyarakat dibuat bingung. Sebenarnya aparat hadir untuk perusahaan atau masyarakat, negara hadir untuk melindungi warga negara atau investor asing. Kini ribuan hektar hutan telah dialih fungsikan, ratusan sungai mengering serta puluhan gunung dikeruk. Begitupula dengan manusia Papua juga yang hari ke hari dilenyapkan dengan dalih Sabang sampai Merauke, dalih kemajuan bangsa dan dalih-dalih lainnya yang hanya bikin sakit hati orang Papua.
Pelanggaran hak asasi manusia dan pengrusakan sumber daya alam Papua kini menjadi 2 hal yang sangat berkaitan, tidak hanya sebagai faktor sebab dan akibat tetapi juga menjadi faktor pendorong ketidakadilan diatas bumi cenderawasih.
Hendaknya kekayaan sumber daya alam yang melimpah itu dikelola oleh orang asli Papua sendiri untuk kesejahteraannya, sesuai dengan amanat UU No 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi provinsi Papua.
Comments
Hormat, waaa 🙏
ReplyDelete